Breaking News

Rusuh di Rutan Brimob

Terungkap, Status Senjata Api yang Dirampas Teroris Perusuh di Mako Brimob

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengungkapkan senjata api yang sempat dirampas para narapidana

Editor: Ernawati
Kompas.com
Menteri koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kemanan (Menko Polhukam) Wiranto (tengah) memberikan keternag pers kronologis mengenai kerusuhan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Kamis (10/5/2018). Sebanyak 145 narapidana terorisme yang menguasai Rutan Cabang Salemba Mako Brimob menyerahkan diri setelah dilakukan operasi Polri. (KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO) 

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengungkapkan senjata api yang sempat dirampas para narapidana terorisme saat kericuhan di rumah tahanan cabang Salemba Mako Brimob, Depok, Selasa (8/5/2018), bukan senjata organik atau standar yang biasa digunakan personel TNI/Polri.

Menurut Wiranto, senjata tersebut merupakan senjata hasil sitaan polisi pada pelaksanaan operasi sebelumnya.

"Senjata itu bukan senjata organik militer atau organik kepolisian, tetapi senjata hasil sitaan dari aparat polisi saat melaksanakan operasi sebelumnya," ujar Wiranto saat memberikan keterangan pers di Direktorat Polisi Satwa Korsabhara Barhakam, Depok, Kamis (10/5/2018).

Wiranto mengatakan, seluruh senjata tersebut diserahkan saat 145 napi teroris menyerahkan diri pada Kamis pagi.

Baca: Putra Iptu Yudi Rospuji Lahir di Hari yang Sama Ayahnya Wafat di Mako Brimob

Adapun jumlah senjata yang diserahkan itu sekitar 30 pucuk.

Sementara 10 napi teroris sisanya baru menyerah setelah aparat melakukan penyerbuan ke dalam rutan.

"Kami minta satu persatu keluar. Sebanyak 145 dari 155 keluar satu persatu menyerah tanpa syarat dan menyerahkan senjata karena mereka sempat merampas senjata kurang lebih 30 pucuk," katanya.

Selain itu, Wiranto juga menegaskan, pemerintah melalui aparat keamanan telah bertindak tegas terhadap para narapidana terorisme.

Aparat keamanan, kata Wiranto, sama sekali tidak melakukan negosiasi selama melakukan operasi penanggulangan aksi terorisme di Kompleks Mako Brimob.

Menurut dia, aparat keamanan telah mengultimatum para penyandera agar menyerahkan diri sebelum melakukan serbuan ke dalam rutan.

"Sikap pemerintah Indonesia yang selalu disampaikan Presiden Joko Widodo di berbagai kesempatan, beliau menyampaikan dalam menghadapi terorisme, Indonesia selalu bersikap tegas konsisten dan tidak pandang bulu," tutur Wiranto.

Akhirnya, 145 napi terorisme menyerahkan diri dan satu persatu keluar dari rutan. Sementara 10 napi lainnya tidak mau menyerah.

Setelah dalam tenggat waktu yang telah ditentukan, aparat keamanan menyerbu masuk ke rutan dan membuat sisa napi teroris itu menyerah.

"Maka direncanakan serbuan dalam bentuk melucuti melumpuhkan para teroris di lokasi yang telah kami isolasi, kami kepung," kata Wiranto.

"Tentu dengan standar prosedur operasi maka aparat keamanan sebelum melakukan tindakan telah memberikan ultimatum. Jadi bukan negosiasi ya. Jadi jangan disalah artikan kami bernegosiasi, tetapi berikan ultimatum bahwa kami akan melakukan serbuan," tambahnya.

Dalam peristiwa penyanderaan itu, lima anggota Densus 88 Antiteror gugur dan satu narapidana terorisme tewas.

Pihak Polri menyebut napi tersebut berusaha melawan dan merebut senjata petugas. Kamis (10/5) pagi, sempat terdengar ledakan dari dalam kompleks Mako Brimob, Depok, Jawa Barat.

Dikutip dari Kompas.com dengan judul : Wiranto Sebut Senjata yang Dirampas Napi Teroris adalah Senjata Sitaan

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved