Belum Bayar Utang Puasa Ramadhan? Ini Cara Membayarnya Menurut Ustad Abdul Somad

Bulan Syaban tinggal beberapa hari, setelah itu umat Islam akan memasuki bulan puasa Ramadhan.

Penulis: Yayu Fathilal | Editor: Eka Dinayanti
instagram
Ustaz Abdul Somad 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Bulan Syaban tinggal beberapa hari, setelah itu umat Islam akan memasuki bulan puasa Ramadhan.

Selama sebulan penuh itu kita bakal berpuasa wajib, namun ada beberapa kalangan yang tak bisa berpuasa karena sakit, haid, hamil, nifas dan menyusui.

Bagi mereka yang tak bisa berpuasa ini, maka wajib membayarnya di bulan lainnya, bisa dengan berpuasa atau membayar fidyah.

Baca: Postingan Ahmad Dhani di Akun Facebooknya yang Bikin Dilaporkan ke Polisi Lagi, Sebut Rocky Gerung

Baca: LINK LIVE STREAMING Indosiar Sriwijaya FC vs Bhayangkara FC Pekan 8 Liga 1 via Indosiar Vidio.com

Baca: Solidaritas Baitul Madqis Dihadiri Ribuan Orang, Protes Pemindahan ibu kota Israel ke Yerusalem

Utang puasa adalah utang kita kepada Allah yang jika tak dibayar selama di dunia, maka di akhirat akan ditagih Allah.

Oleh sebab itu, utang puasa wajib dibayar.

Menurut Ustad Abdul Somad, bulan Syaban adalah batas akhir pembayaran utang puasa.

Baca: Viral, Video Detik-detik Wisatawan Menjauhi Gunung Merapi Terdengar Pekik Kecil Allahu Akbar

Cara membayarnya ada dua, yaitu berpuasa ganti atau qodho dan membayar fidyah.

“Kalau mau puasa qodho, ucapkan niatnya nawaitu shouma qodho dan berpuasalah seperti biasa. Bagi yang tak sanggup berpuasa, maka bisa membayarnya dengan cara fidyah, yaitu memberi makan fakir miskin selama jumlah hari utang puasanya,” bebernya.

Jumlah makanan yang harus disediakan, ada takarannya, yaitu sehari satu sho’.

Baca: Gunung Merapi Meletus, Disebut Bukan Letusan Berbahaya Tapi Kok Radius 3 Km Tetap Berbahaya?

“Satu sho’ sama dengan empat mud dan satu mud sama dengan 7,5 ons. Jadi, kalau empat mud berarti tiga kilogram makanan yang wajib disediakan per harinya untuk diberikan ke fakir miskin,” bebernya.

Makanan yang diberikan bisa berupa yang sudah matang sehingga bisa langsung dimakan oleh penerimanya.

“Kalau tak bisa yang matang, boleh kasih mentahnya, misalnya beras. Tapi jangan juga pakai beras yang kualitasnya lebih buruk dari yang kita makan. Misalnya, untuk kita beras bagus, untuk bayar fidyah pakai beras raskin. Jangan juga begitu, itu namanya tak adil. Jadi, sebaiknya berikanlah makanan yang kualitasnya sama dengan yang kita makan,” ucapnya.

Adapun bagi yang masih memiliki utang puasa, namun belum sempat membayar sudah meninggal dunia, maka utang puasanya wajib dibayarkan oleh ahli warisnya.

“Utang puasa adalah utang kita ke Allah, wajib dibayar. Seperti kita juga punya utang ke manusia, setelah meninggal dunia belum juga dibayar, maka ahli waris kita wajib membayarkannya,” katanya.

Ahli waris yang wajib membayarkan utang puasa kita harus memenuhi satu syarat ini, yaitu harus seiman dan seagama dengan kita, yaitu sama-sama Islam.

“Kalau ahli warisnya non Islam bagaimana? Tak wajib bayar, karena dia kafir dan puasanya tak akan diterima Allah,” sebutnya.

(banjarmasinpost.co.id/yayu fathilal)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved