Sekali Difoto Bugil Rp 2 Juta

Motret model perempuan berpose seronok bukan lagi asing bagi fotografer di Banua. Asal ada tarif dan syarat ketentuan berlaku, pemotretan bisa

zoom-inlihat foto Sekali Difoto Bugil Rp 2 Juta
NET
Ilustrasi

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Motret model perempuan berpose seronok bukan lagi asing bagi fotografer di Banua. Asal ada tarif dan syarat ketentuan berlaku, pemotretan bisa dilakukan secara bebas. Mulai batasan biasa hingga model dipotret nude alias telanjang.

Beberapa komunitas manajemen model dihubungi BPost, Senin (29/4), mengamini kerap mendatangkan khusus model impor. Salah seorang fotografer di Banjarmasin, sebut saja Gading, mengaku sering mendatangkan model dari luar Kalimantan.

Dia mengaku sudah beberapa kali membesut acara pemotretan model dari luar dengan acara meriah dan bergairah.

“Mendatangkan model dari luar Kalimantan susah-susah gampang. Biasanya kita berhubungan dengan asisten sang model atau fotografer yang sudah kenal dengan dengan model yang kita inginkan,” cerita dia.

Alotnya transaksi berlanjut ke presentasi sebuah acara yang akan digelar. Gading harus jujur membuat rencana event serta jadwal kepada si model. Bila rencana jadwal sudah dipahami, pembicaraan berlanjut ke soal fee (honor).

“Soal fee kita nego. Biasanya fee hanya untuk sesi foto, belum termasuk akomodasi selama di daerah. Nah, kalau sudah sepakat langsung deal,” bebernya.

Disebutkan dia, banyak syarat yang harus dipenuhi untuk membuat model dari luar nyaman selama berada di daerah. Biasanya syarat yang diajukan sang model terbilang mewah. Misalnya, membawa make up artis pribadi, dan minta nginap di hotel mewah.

Selama beberapa kali mendatangkan model impor, Gading mengaku tarif paling tinggi yakni Rp 3 juta per sesi pemotretan. “Nah, kalau plus foto telanjang alias nude, model minta tambah Rp 1-2 juta per sesi per jam,” bebernya.

Berbeda dengan Agustian Supiannor, pemilik sanggar Scarlet Model and Dance Banjarmasin, mengaku tidak berani menyediakan model untuk dipotret nude. Sebelum seorang fotografer atau event organizer acara photography ingin menyewa model di sanggarnya, dia selalu ditanya konsep apa yang dikehendaki.

“Jika sudah mengarah atau melenceng, saya akan menolak,” tegasnya.

Ketua South Borneo Photography Community (SBFC) di Banjarmasin, O’neal mengimbau para fotografer di Kalsel memegang etika, aturan main, konsep dan sumberdaya manusia serta tidak sembarangan saat menyebarluaskan foto.

“Memang banyak saya dengar, tapi cuma dengar saja bukan saya berarti melakukan praktik foto itu (nude). Di komunitas, saya terus melakukan sosialisasi kepada anggota agar motret itu beretika dan menghargai nilai seninya,” katanya.

Ada Batasan

Aktivis perempuan Hj Masyithah Umar terkejut membaca pemberitaan di BPost terkait fenomena foto nude. Dia prihatin menipisnya kepedulian dan peranan keluarga atas fenomena sosial tersebut.

“Keluarga harus menghimpun keluarganya sendiri, jangan berserakan. Saya prihatin, seolah kepedulian keluarga sudah menipis,” kata dosen Fakultas Syariah IAIN Antasari itu.

Pun psikolog RSUD Ulin Banjarmasin, Rifqoh Ihdayati mengaku kaget. “Penyusunan UU Pornografi saja sampai sekarang tidak selesai. Semua pihak harus berperan, orangtua, sekolah, pemuka agama dan pemerintah,” katanya.

Kepala Dinas Pendidikan Kalsel Ngadimun mengimbau siswa yang senang fotografi agar positif dalam berkreativitas. “Batasan-batasan dalam hobi tersebut agar diperhatikan. Orangtua, guru, sekolah agar senantiasa arahkan hobi itu ke arah positif,” tegasnya.

Sekretaris Dinas Pendidikan Kalsel, Amka mengaku tidak bisa membatasi hobi siswa dalam memotret, namun harus sesuai etika dan moral. (kur)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved