Bikin KK Kok Lama

KANG Wahyu, sudah berada di pendopo Kecamatan Ujungberung, sebelum para pegawai bekerja. Kira-kira pukul 07.45 WIB. Dia sengaja datang lebih pagi

Editor: M Fadli Setia Rahman

BANJARMASINPOST.CO.ID - KANG Wahyu, sudah berada di pendopo Kecamatan Ujungberung, sebelum para pegawai bekerja. Kira-kira pukul 07.45 WIB. Dia sengaja datang lebih pagi agar dengan mudah mendapati petugas. Lewat dari pukul 10.00 WIB, terkadang harus menunggu lama karena petugas tak ada di tempat.

Maklum, banyak pegawai negeri yang berpikir sebagai raja, bukan pelayan. Di jam kerja, mereka ada di pasar, mal, bengkel, atau ramai-ramai ikut dalam kunjungan pimpinan. Malah belakangan ada pegawai negeri yang berbulan-bulan enggak ngantor tapi tetap menerima gaji. Untung bukan di Kota Bandung. Ada enggak ya di Bandung?

Meski sudah datang pagi, Kang Wahyu tetap harus menunggu karena semua pegawai akan melakukan apel pagi. Selanjutnya, kipas-kipas kepanasan, seperti yang terlihat di banyak kantor pemerintahan di Kota Bandung. Atau, membolak-balik isi koran yang ada di meja. Dari sekian banyak pegawai, hanya beberapa saja yang melayani urusan masyarakat.

Sebagai masyarakat, Kang Wahyu tentu kecewa dengan lambannya pelayanan birokrasi di Kota Bandung. Bayangkan saja, dia harus bolak balik dari kecamatan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bandung, untuk mengurus kartu keluarga dan KTP baru. Berkas menginap lebih dari sepuluh hari di Disdukcapil. Lalu kembali ke kecamatan dengan waktu yang hampir sama.

Setelah disposisi, kembali lagi ke Disdukcapil. Yah, pokoknya untuk membuat KK dan KTB baru perlu waktu berbulan-bulan. Padahal pemerintah sendiri mengimbau warga untuk membuat atau memperbaharui data kependudukan. Artinya, pelayanan tak selaras dengan program.

Kita sangat berharap pada Wali Kota Baru Ridwan Kamil untuk membenahi birokrasi di Kota Bandung yang bekerja lamban dan gemuk, dengan gerakan pemerintah bersih dan terbuka.

“Saya kasih kesempatan pada seluruh staf dan karyawan pemkot dengan adanya target-target yang harus dicapai, jika target tercapai silakan dilanjutkan. Jika tidak tercapai akan dilakukan evaluasi apakah lanjut jabatannya atau tidak,” kata Kang Emil.

Emil pun berjanji akan sering turun ke bawah memantau kinerja birokrasinya. Untuk menyambungkan keluhan masyarakat dan Pemkot Bandung, Emil meminta semua kepala dinas membuat akun twitter. Komunikasi era digital ini akan memudahkan masyarakat mengadu.

Mengubah birokrasi yang terbiasa dengan kerja santai memang tidak mudah. Emil perlu kerja keras, terus memantau, dan turun ke kantor-kantor untuk melihatnya. Memberi teladan disiplin dan memenuhi deadline dalam bekerja. Seperti yang dilakukan Gubernur DKI, Jokowi, birokrasi Jakarta berangsur membaik setelah hampir setiap hari disanggongi. Pegawai yang terlambat dan tak mau berubah dibeber ke media. Malah, untuk jabatan lurah dan camat akhirnya dilelang untuk menata ulang birokrasi yang komitmen dalam melayani masyarakat.

Menjadi pegawai yang amanah, tak perlu menunggu Emil mengancam akan menggusur. Atau menunggu rencana mutasi. Tetapi dengan kesadaran mewujudkan Bandung lebih baik adalah kerja bersama. Selain itu, bagi mereka yang beragama tentu meyakini bahwa setiap jabatan akan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.

Tapi di era kepemimpinan Emil, masyarakat bisa mengadukan langsung siapa pegawai, camat, atau kepada dinas yang kerjanya loyo dan malas-malasan, ke Kang Emil. Karena Kang Emil mudah ditemui di jalanan ketika sedang bersepeda ontel. Atau ketika sedang menikmati taman- taman tematik di Kota Bandung. Lapor, bikin KK kok lama? (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved