Ayu Menyesal Jadi Dokter

Mogok kerja nasional yang dilakukan dokter sangat berdampak bagi masyarakat, terutama warga yang berada di daerah.

Editor: Eka Dinayanti

BANJARMASINPOST.CO.ID - Mogok kerja nasional yang dilakukan dokter sangat berdampak bagi masyarakat, terutama warga yang berada di daerah. Warga yang rata-rata masih gagap informasi, harus menelan kekecewaan saat berobat. Apalagi jika mereka datang dari kawasan yang jauh dari perkotaan.

Seperti yang dialai Rusma dari Margasari, Tapin. Dia harus menempuh perjalanan sekitar 30 kilometer ke RSUD Datu Sanggul di Rantau. “Ternyata dokternya mogok, padahal anak saya panas sekali,” kata dia, Rabu (27/11).

Untung saja, di saat kebingungan itu, Direktur RSUD, H Purwoko melintas. Dia langsung membawa Rusma dan anaknya ke IGD untuk mendapat pertolongan.

”Saya harus turun tangan melayani masyarakat, biar keringatan tidak apa-apa demi masyarakat,” ucap dia.

Menolak pasien juga terjadi di RSUD Ulin Banjarmasin dan seluruh RSUD di Indonesia.

“Merugikan banyak orang. Masak hanya untuk membela tiga orang harus mengorbankan banyak orang,” kata warga Banjarbaru, Jack. Saat ditemui dia sedang menemani sang ibu hendak berobat ke poliklinik penyakit dalam. Di rumah sakit terbesar di Kalselteng itu ada 22 poliklinik yang tiap harinya melayani sekitar 500 pasien.

Seperti diberitakan BPost edisi kemarin, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyerukan aksi mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap putusan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) yang memvonis tiga teman mereka.

Ketiga dokter yang divonis 10 bulan itu adalah Ayu Sasiary Prawani, Hendy Siagian dan Hendry Simanjuntak.

Mereka dianggap melakukan kelalaian dan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien bernama Julia Fransiska Mekatey meninggal usai menjalani operasi sesar. Saat ini Ayu dan Hendry sudah menekam di penjara, sementara Hendy dinyatakan sebagai buron Kejati Sulut.

Di Kalsel, Kepala Dinas Kesehatan Achmad Rudiansyah dan Gubernur Kalsel H Rudy Ariffin menganjukan agar mereka tetap memberi pelayanan medis. Namun, setidaknya 140 dokter di RSUD Ulin, memilih ‘istirahat’ sebagai bentuk solidaritas. “Kemarin saya sudah anjurkan agar tetap memberi pelayanan,” kata Rudy.

Berdasar pantauan, aksi itu juga membuat sibuk Direktur RSUD Ulin Suciati dan wakilnya, H Isa. Mereka harus turun tangan menenangkan sekaligus memberi penjelasan terhadap calon pasien.

“Lihat besok (hari ini), apakah mereka masuk atau tidak. Jika tidak memberikan pelayanan tentu ada aturan kepegawaiannya. Kami juga prihatin terhadap dokter di Manado itu, karena tidak ada dokter yang berniat membunuh pasiennya. Tetapi pelayanan untuk masyarakat jangan sampai terganggu,” ujar Suciati.

Menyesal
Pascakeluarnya putusan majelis hakim kasasi MA yang dipimpin Artidjo Alkostar, kejaksaan langsung melakukan eksekusi. Pada 8 November 2013, Ayu ‘dijemput’ di tempat praktiknya RS Ibu dan Anak Permata Hati, Balikpapan, Kaltim.

Sementara Hendry dieksekusi di rumah kakeknya, Siborongborong, Sumut. Kini, keduanya ditahan di Rutan Malendang, Manado.

Saat dijenguk mantan dosennya di Universitas Sam Ratulangi, Ronny AA Wawengkang, Ayu mengaku menyesal telah menjadi dokter karena menerima perlakuan menyakitkan.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved