Ayu Menyesal Jadi Dokter
Mogok kerja nasional yang dilakukan dokter sangat berdampak bagi masyarakat, terutama warga yang berada di daerah.
“Saya ke sana pada 25 November 2013, dia mengatakan menyesal menjadi dokter kalau tahu jadi begini’,” kata Ronny saat mengikuti aksi solidaritas di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.
Dia yakin Ayu tidak melakukan malapraktik. Salah satu dasarnya, sidang majelis kehormatan etik menyatakan dia sudah melakukan tugas sesuai kode etik saat menangani persalinan Siska di RS Prof Kandow, Manado, tiga tahun silam. Selain itu, para saksi ahli juga membenarkan tindakan Ayu, dalam sidang di PN Manado. Saat itu majelis hakim memvonis bebas. Namun, jaksa mengajukan kasasi.
Kemarin, Ayu dan Hendry juga dikunjungi rekan-rekannya yang sekaligus menggelar aksi di depan rutan. Di depan para dokter lain itu, Hendry menyerukan terus melakukan perlawanan terhadap tindakan kriminalisasi dokter. Berbeda dengan Hendry, Ayu hanya diam. Dia justru berlinang air mata saat disalami teman-teman seprofesinya yang dipimpin Ketua IDI Sulut, Jemmy Waleleng.
Meski semangat mengobarkan perlawanan, sebenarnya hati Hendry sedang berduka. Ibundanya, Marshinta Pangaribuan (65) meninggal karena kanker di RS St Carolus, Jakarta.
Rencananya, pemakaman dilakukan Sabtu (30/11) mendatang. Hingga malam tadi, Hendry belum mendapatkan izin untuk mengikuti prosesi pemakaman ibunya itu.
Sebelumnya, Ibunda Siska, Yulin Mahengkeng menuding telah terjadi pembiaran terhadap putrinya selama sekitar 15 jam.
Selain itu, meskipun sudah menyatakan harus dioperasi, namun tidak kunjung dilakukan karena harus ada uang jaminan.
“Padahal saya sudah menjaminkan kalung emas yang saya pakai tetapi tidak bisa. Baru setelah adik saya dari kampung datang membawa uang, operasi dilakukan. Apakah ini tindakan benar dari dokter,” ucap dia.
Julin mengaku heran terhadap aksi mogok para dokter. “Ini jelas tiga oknum yang salah. Saya yakin ada yang memolitisasi persoalan ini,” ujar Julin.
Sementara berdasar salinan putusan majslie hakim bernomor 365 K/Pid/2012, disebutkan tanda tangan kesediaan Siska menjalani operasi, diduga palsu. Tanda tangan palsu juga ada di surat persetujuan tindakan khusus serta persetujuan pembedahan dan anestesi yang diserahkan Hendy ke Ayu.
Sekadar informasi, saat melakukan operasi ketiga dokter tersebut sedang menempuh program pendidikan dokter spesialis di Universitas Sam Ratulangi.
“Menyatakan bahwa tanda tangan atas nama Siska Makatey alias Julia Fransiska Makatey pada dokumen bukti adalah tanda tangan karangan (spurious signature),” bunyi putusan tersebut.
(tim/tribunnews/tribunmanado/kps/dtn)
Dasar Vonis Majelis Kasasi
- Pasien dinyatakan dalam kondisi darurat pada pukul 18.30 Wita, padahal seharusnya dinyatakan darurat sejak ia masuk rumah sakit pada pagi hari.
- Sebagian tindakan medis Ayu dan rekan-rekannya tidak dimasukkan ke rekam medis
- Ayu tidak mengetahui pemasangan infus dan jenis obat infus yang diberikan kepada korban
- Meski Ayu menugasi Hendy memberi tahu rencana tindakan kepada pasien dan keluarganya, Hendy tidak melakukannya. Ia malah menyerahkan lembar persetujuan tindakan yang telah ditandatangani pasien kepada Ayu, tapi tanda tangannya diduga palsu.
- Tidak ada koordinasi yang baik dalam tim Ayu saat melakukan tindakan medis.
- Tidak ada persiapan jika korban mendadak mengalami keadaan darurat.
Saling Bantah
MA: Pemeriksaan jantung baru dilakukan setelah operasi
Pengurus IDI: Operasi untuk Siska, tak memerlukan pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan jantung karena darurat, cepat, dan segera. Jika tidak dilakukan, bayi dan pasien terancam jiwanya