Sehari Tanpa Dokter di Indonesia

Pada 27 November 2013 menjadi hari tanpa dokter. Semua dokter menunjukkan solidaritas untuk menghentikan

Editor: Dheny Irwan Saputra

Saya belum pernah membaca riwayat seorang nabi atau rasul yang menyembuhkan pasien yang sudah sangat sekarat dan hampir meninggal, menjadi tidak meninggal dan hidup seperti orang normal. Dengan kata lain, tindakan yang dilakukan membuat manusia menjadi tidak jadi meninggal.

Kalau menghidupkan orang yang sudah meninggal dapat kita baca pada kisah Nabi Isa. Dia menghidupkan kembali orang yang telah mati, kemudian nabi Muhammad menghidupkan anak perempuan yang telah mati lama di kuburannya. Wallahualam.

Jadi sangat tidak bijaksana memenjarakan dokter yang telah berusaha sekuat tenaga, sesuai kemampuannya untuk menyelamatkan pasien yang gawat, yang akhirnya meninggal dunia.

Kasus di Manado adalah kasus yang kelihatannya bisa dijelaskan dengan mudah. Saat itu dokter dihadapkan pada pilihan yang sulit menghadapi pasien ibu hamil dengan kondisi kritis dan janin yang dalam keadaan gawat.

Kalau dibiarkan tidak ditolong dengan tindakan operasi, secara perhitungan ilmu kedokteran, ibu dan janin yang dikandungnya akan meninggal, berarti kehilangan dua nyawa. Bila berikhtiar dengan tindakan operasi, sepertinya janinnya bisa diselamatkan. Dan memang seperti itu akhir ceritanya. Janinnya selamat sedangkan ibunya meninggal dunia. Kita hanya kehilangan satu nyawa.

Tapi, keluarga tidak terima dengan kematian itu dan menganggap ada malpraktik, yang berujung pada terpenjaranya dokter-dokter yang menolong. Saat ini, kabarnya anak yang ditolong dengan selamat itu telah berumur tiga tahun.

Rasa keadilan sekaligus rasa takut sejawat para dokter terusik. Dokter yang berusaha menyelamatkan pasien hanya berhasil menyelamatkan janin, dianggap salah dan dipenjarakan. Alangkah bijaksananya jika hakim yang memutuskan perkara di mahkamah agung juga memikirkan ekses atau pengaruh keputusan itu.

Ada kekhawatiran dokter sekarang cenderung menjadi takut bertindak. Karena, walau bertindak secara medis benar, bisa diputarbalikkan secara hukum menjadi salah dan kemudian dipenjara. Ironis bukan.

Semoga tidak terjadi, seorang dokter memilih mendiamkan pasiennya dan tidak melakukan tindakan apa-apa, karena kemungkinan besar pasien itu akan berakhir dengan kematian.

Padahal sebagai manusia, sebelum nafas benar-benar sudah hilang masih ada tempat untuk melakukan usaha semaksimal mungkin. Harus difahami bahwa dalam dunia pengobatan, dokter hanya berusaha melakukan yang terbaik yang bisa dilakukan. Sembuh atau tidak hanya Allah yang berhak menentukan. Karena, Dia lah yang menurunkan penyakit dan hanya Dia pula yang berhak menentukan apakah penyakit itu akan sembuh atau tidak.

Tanggal 27 semua dokter yang merasa terusik rasa keadilannya menghentikan semua pelayanan sebagai bentuk solidaritas bagi rekannya yang terpenjara, karena menolong orang. Tujuan aksi itu, agar jangan ada lagi dokter yang benar-benar menjalankan profesinya sesuai dengan keilmuan yang diperolehnya, dipenjarakan karena hasil pengobatan yang diberikan tidak seperti yang diharapkan oleh pasien dan keluarganya. Semoga Allah mencerahkan dan memberikan penerang bagi semuanya.

Kepada masyarakat, postingan puisi yang dikarang oleh anonim yang beredar luas di bb group dan dunia maya ini, mungkin bisa mewakili kegundahan dan curahan hati beserta permintaan maaf dokter bagi masyarakat.

“Hari ini kami sehari saja jadi manusia biasa, kami istirahat sejenak dari menjadi dokter agar hati kami tenang, keluarga kami tidak kecewa melihat usaha kami menolong sesama dibalas dengan cacian, hujatan dan penjara, seandainya boleh dan bisa, kami berharap saat kami semua tidak bekerja ada pak hakim yang menggantikan tugas kami melakukan resusitasi pasien, ada jaksa yang melakukan intubasi untuk pasien, ada pengacara yang memberikan informed consent/informasi kepada pasien, ada polisi yang meredam amarah pasien dan keluarganya, ada LSM dan wartawan yang menjelaskan kepada pasien kenapa usaha kami Gagal. Semoga anda semua mampu menjalani apa yang telah kami lakukan selama ini” (*)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Pahlawan Prisma

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved