Kevin Ikut Tes Meski Berdarah
Baju seragamnya terkena darah. Kacamata dia bolong di bagian kiri. Kacanya pecah.
Penulis: | Editor: Ahmad Rizky Abdul Gani
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Rudy Halim terkejut. Dia melihat putranya, Kevin pulang dari sekolah dalam kondisi mengenaskan. Baju seragamnya terkena darah. Kacamata dia bolong di bagian kiri. Kacanya pecah.
Rudy langsung menanyakan penyebab kondisi itu. Kevin mengaku dipukuli temannya di sekolah, M Rizki, Kamis (19/12). Saat ditanya motif pemukulan, siswa kelas VII SMPN 6 Banjarmasin itu mengaku tidak tahu.
Emosi Rudy selaku orangtua terpantik. Dia langsung menuju sekolah anaknya, untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya.
“Yang menemui saya adalah wakil kepala sekolah (Kepsek). Kamis itu, saya mengantarnya ke sekolah pukul 07.15 Wita, karena ada ulangan (tes mata pelajaran) pada pukul 08.00 Wita. Kata dia, dipukuli sekitar pukul 07.30 Wita. Yang sangat saya sesalkan, gurunya membiarkan anak saya mengikuti ulangan dalam kondisi seperti itu,” ucap Rudy, Jumat (20/12).
Pada pertemuan itu, lanjutnya, wakil Kepsek meminta waktu sehari untuk menyelesaikan permasalahan itu. Namun, kekecewaan kembali dirasakan Rudy karena pengelola sekolah tidak memenuhi janjinya. Hingga kemarin, juga belum ada kejelasan mengenai kejadian itu.
“Mereka kembali meminta waktu sehari,” kata warga Kompleks Mitra Mas Jalan Tembus Pramuka Banjarmasin itu.
Informasi lain diperoleh Rudy. Di sekolah itu konon ada semacam geng (kelompok) yang mudah memukuli siswa lain. Tragisnya, masih menurut dia, ada kesan keberadaan geng itu dibiarkan pengelola sekolah. “Jika Sabtu ini tidak ada kejelasan penyelesaiannya dari sekolah, saya akan menempuh jalur hukum. Meski secara fisik, kondisi anak saya sudah mulai membaik, tetapi secara psikis dia mengalami tekanan,” tegasnya.
Saat dikonfirmasi, Wakil Kepala SMPN 6 M Nuh menegaskan tidak ada perkelahian di sekolah itu.
“Tidak ada pemukulan, biasa-biasa saja dan tidak ada kejadian perkelahian. Kalau berdarah, bisa saja kena gores yang jelas sekolah kami aman-aman saja. Kami tidak menutup-tutupi,” ucap dia.
Pengaruhi Mental
Menyikapi itu, psikolog Neka Erlyani mengatakan tindak kekerasan memang bisa terjadi di sekolah. Baik dari guru ke siswa atau sesama siswa. Bentuknya bisa kata-kata agresif atau tindakan fisik. Apapun bentuknya, sangat memengaruhi mental korban.
“Dia bisa menjadi anak yang selalu diselimuti kecemasan, stres dan merasa terpojokkan yang pada akhirnya membuat dia selalu menghindar atau tidak mau berinteraksi dengan teman seusianya. Akan lebih parah jika korban itu memendam masalahnya,” katanya.
Menurut Neka, pengelola sekolah seharusnya bisa mengawasi siswanya selama di sekolah. Mereka yang paling bertanggung jawab jika tindak kekerasan itu terjadi.
“Agar korban tidak trauma apalagi depresi, harus ada orang yang bisa menjadi tempat curahan hatinya. Orangtua dan guru harus lebih peduli kepada dia sebagai upaya membantu mengembalikanmentalnya,” ucap Neka.