Katanya BPJS, Kok Harus Bayar

Pemberlakuan jaminan kesehatan nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kalsel, kembali bermasalah.

Editor: Eka Dinayanti
banjarmasinpost.co.id/salmah
Sejumlah warga antre di puskesmas untuk menggunakan kartu BPJS, Kamis (2/1/2014). 

BANJARMASINPOST.CO.ID, MARTAPURA - Pemberlakuan jaminan kesehatan nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kalsel, kembali bermasalah. Setelah keruwetan birokrasi yang berujung meninggalnya bayi dalam kandungan di Banjarmasin, seorang warga Banjarbaru, mengaku justru harus membayar saat membeli obat.

Adalah Hj Siti Jawiyah (64) yang mengalami nasib itu. Saat aktif sebagai pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov Kalsel, dia pernah menjadi ajudan Gubernur Kalsel (1980-1984), Mistar Cokrokusumo. Selama ini, Jawiyah memiliki jaminan kesehatan melalui Askes (asuransi kesehatan) sehingga bisa berobat dan mendapatkan obat secara gratis. Maklum saja, sejak pensiun dia sering sakit bahkan menderita penyakit paru.

Karena penyakitnya itu, sekitar dua tahun ini dia ‘tergantung’ pada obat hirup Seretide Diskus Salmeterol Fluticasone dan Spriva Tiotropium Bromide. Apabila telah menghirup dua obat itu, pernapasan menjadi agak lega. Harga dua obat itu cukup mahal, mencapai Rp 1 juta. Namun, itu tidak masalah karena Askes menanggung biayanya.

Permasalahan muncul saat BPJS diberlakukan per 1 Januari 2014. Akibat program yang tujuan utamanya memberi pelayanan kesehatan secara maksimal dan gratis kepada masyarakat itu, Jawiyah justru harus mengeluarkan uang untuk membeli dua obat hirupnya itu.

“Saat aktif (sebagai PNS), saya jarang menggunakan fasilitas Askes, sehat-sehat saja. Setelah tua, penyakit muncul. Saya pernah operasi jantung dan paru yang berair. Saya sangat bersyukur menjadi peserta Askes. Dari biaya Rp 250 juta hanya membayar Rp 10 juta. Saat proses kateter, dari tagihan, cuma membayar Rp 600 ribu,” kata dia kepada BPost, Rabu (8/1).

Kamis (2/1), Jawiyah kontrol ke dokter spesialis paru di RSUD Banjarbaru. Setelah itu dia pun membeli obat hirup (berdasar resep dokter) ke Apotek Appo, Banjarmasin yang selama ini melayani peserta jaminan kesehatan.

Di sana dia terkejut. Petugas apotek meminta pembayaran, padahal biasanya gratis.    “Alasan mereka, sementara tidak melayani pasien Askes karena belum ada kucuran dana dari BPJS. Saya tidak membelinya,” kata Jawiyah.

Sabtu (4/1), dia berpindah berobat ke dokter spesialis paru di RSUD Ratu Zalekha, Banjar. Di sana dia diminta membayar Rp 345 ribu, sekaligus mendapat obat Seretide Diskus Salmeterol Fluticasone.

Jawiyah tidak mendapat obat Spriva Tiotropium Bromide karena mahal, mencapai Rp 758.043. Karena tidak mendapatkan obat yang dibutuhkan, dia berupaya melalui ‘kenalan’ yang bisa melayani peserta Askes.

“Alhamdulillah, saya bisa mendapatkannya secara gratis. Tetapi saya masih bingung karena adanya ketentuan membayar. Bagi saya yang pensiunan ini, jelas memberatkan. Perubahan ke BPJS ini justru memberatkan saya karena harus rutin mengonsumsinya,” ujar Jawiyah.

Saat dihubungi, Kepala Operasional BPJS Kesehatan Banjar, Rosana Evita mengatakan saat ini pelayanan kesehatan baik jasa dokter maupun obat bukan lagi domainnya Askes, tetapi sudah beralih ke BPJS.

“Untuk pelayanan kesehatan termasuk obat tidak lagi berpatokan dengan pelayanan yang selama ini diberikan PT Askes. Pelayanan kesehatan sekarang ini sudah ada standar formularium nasionalnya. Pelayanan yang diberikan, per diagnosis yang diberikan di rumah sakit berdasarkan formularium nasional,” kata dia.

Untuk jenis obat yang diperlukan Jawiyah, Rosana mengatakan belum mengetahui obat tersebut termasuk klasifikasi generik atau tidak. Namun, dia menduga dua obat berharga mahal itu tidak ditanggung BPJS.

“Setelah BPJS ini untuk obat ditentukan berdasarkan formularium nasional. Kalau sebelumnya, sewaktu Askes, obat ini mungkin memang gratis. Saat ini sistemnya masih baru sehingga pasti banyak keluhan, terutama selama tiga bulan ini. Keluhan ini, akan kami sampaikan sebagai masukan kepada pimpinan sebagai upaya pembenahan pelayanan BPJS. Pimpinan selalu menekankan pelayanan kesehatan justru makin turun dibanding saat pelayanan masih dipegang Askes,” ujar Rosana.

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved