Political Marketing Corner

Tipologi Pemilih (1)

STRATEGI bagi dunia bisnis sangatlah diperlukan untuk memenangkan persaingan di pasar.

Editor: Dheny Irwan Saputra

Arief Budiman, PhD
Pemerhati Pemasaran & Staf Pengajar MM Unlam

STRATEGI bagi dunia bisnis sangatlah diperlukan untuk memenangkan persaingan di pasar. Strategi-strategi tersebut diantaranya adalah strategi produk, harga, sampai dengan pemasaran. Strategi tersebut diharapkan dapat menciptakan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Satu strategi yang sering digaungkan adalah kenalilah pelanggan Anda karena pelanggan adalah sebagai end user dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan tersebut.

Keuntungan dengan mengenali pelanggan tersebut bagi sebuah perusahaan adalah perusahaan dapat menciptakan sebuah produk atau jasa yang dapat memenuhi needs dan wants dari pelanggan.

Tipe-tipe pelanggan tersebut beraneka ragam sehingga perlu diketahui agar dapat menaklukkan mereka dengan stategi yang tepat pula. Sebagai contoh, dalam literatur perilaku konsumen disebutkan ada pelanggan yang bertipe impulse buying membeli secara spontan, sehingga strategi pemasaran kepada konsumen dengan perilaku membeli spontan tentunya berbeda dengan seorang konsumen yang membeli secara berencana.

Hal ini juga berlaku dalam political marketing dimana sudah wajib hukumnya bagi para Caleg untuk mengetahui tipologi dari para pemilih terutama yang ada di Dapilnya. Secara garis besar, Firmanzah (2007) membagi tipologi pemilih dengan empat bagian yaitu: (1) pemilih yang rasional; (2) pemilih kritis; (3) pemilih tradisional, dan; (4) pemilih skeptis.

Pembaca, mari kita lihat lebih detail tipologi pemilih tersebut. Pertama, pemilih dengan tipe rasional adalah para pemilih atau masyarakat yang lebih mengedepankan kemampuan dari partai politik atau para Caleg menawarkan program kerja kepada mereka. Para pemilih rasional ini sudah mulai banyak bermunculan terutama setelah era zaman reformasi.

Dalam sikapnya, pemilih rasional ini mempunyai dua pertimbangan dalam pandangan politiknya yaitu backward looking dan forward looking. Artinya, ketika para pemilih rasional ini dihadapkan pada platform atau program kerja yang ditawarkan mereka akan menganalisa kinerja di masa lampau (backward looking) serta melihat apa saja yang sudah dihasilkan oleh para Caleg atau partai tersebut. Selain itu, pemilih rasional tersebut juga akan menilai program kerja yang ditawarkan (forward looking) apakah akan bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat saat ini dan akan datang.

Pemilih rasional apabila dianalogikan dengan seorang konsumen maka dia adalah konsumen yang tidak brand loyal, artinya mereka suatu saat akan pindah (switching) dari satu merek kepada merek yang lain. Apabila ada merek baru di pasar dan menawarkan value yang lebih kepada konsumen tersebut maka mereka akan berganti merek. Hal ini juga terjadi kepada pemilih rasional tersebut, yakni mereka tidak akan segan-segan untuk mengubah pilihannya pada 9 April 2014 nanti ketika partai politik atau Caleg tersebut tidak bisa memecahkan masalah yang mereka hadapi.

Lebih jauh lagi, para pemilih rasional ini lebih mementingkan pertimbangan logis dalam proses pengambilan keputusan nanti. Firmanzah (2007) menjelaskan bahwa faktor asal-usul, budaya, agama, dan psikografis juga dipertimbangkan, tapi sekali lagi bukan faktor yang paling menentukan. Untuk dapat merebut hati para pemilih rasional ini maka para Caleg sebaiknya dapat menyiapkan platform atau program kerja yang dapat memberikan solusi logis untuk pemecahan masalah ekonomi, pendidikan, kesejahteraan,  sosial  budaya dan lain-lain. Ingat, solusi yang diberikan harus logis dibenak para pemilih rasional!

Tipologi yang kedua adalah pemilih kritis yaitu pemilih yang mempunyai hubungan dan pandangan yang kuat terhadap ideologis sebuah partai serta kemampuan partai atau para Caleg tersebut memecahkan sebuah permasalahan bangsa. Firmanzah (2007) menjelaskan mekanisme terbentuknya pemilih kritis melalui dua tahapan.

Pertama adalah pemilih kritis ini mempunyai pandangan bahwa nilai ideologis sebuah partai menjadi sebuah dasar untuk menentukan kepada partai politik atau Caleg mana mereka akan berpihak dan pada proses selanjutnya mereka akan mencoba memberikan kritik terhadap kebijakan yang sudah diambil atau kebijakan yang akan dilakukan oleh partai atau Caleg tersebut.

Kedua, yaitu para pemilih tertarik terlebih dahulu terhadap program kerja dari partai atau para Caleg tersebut dan kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan ideologis yang melatar belakangi kebijakan tersebut.

Pemilih ini dikatakan pemilih kritis karena mereka akan menganalisa antara ideologi dan kebijakan yang dibuat. Berbeda dengan pemilih rasional, pemilih kritis ini cenderung brand loyal atau setia terhadap partai dan adakalanya memberikan masukan yang positif terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh partai. Oleh karena itu sebaiknya pemilih kritis ini dikelola dengan baik untuk menghasilkan hubungan jangka panjang yang menguntungkan.

Mengetahui tipologi pemilih akan memberikan keuntungan bagi partai dan para Caleg untuk dapat memuluskan jalan menuju lembaga legislatif. Pendekatan yang dilakukan dan strategi yang dibuat tentunya harus disesuaikan dengan tipologi pemilih tersebut. Semakin anda kenal dengan tipologi pemilih tentunya semakin mudah anda membuat komunikasi dan pendekatan masing-masing kepada pemilih tersebut. Selamat mengidentifikasi pemilih. (bersambung)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved