Political Marketing Corner
Pemilih Perempuan, Pasar yang Menggiurkan dalam Pemilu
TEORI segmentasi menceritakan tentang membagi-bagi atau mengelompokkan pasar yang homogen berdasarkan
Oleh: Arief Budiman PhD
Pemerhati Pemasaran & Staf Pengajar
MM Unlam
TEORI segmentasi menceritakan tentang membagi-bagi atau mengelompokkan pasar yang homogen berdasarkan need dan wants yang sama. Seperti apa yang diutarakan oleh Philip Kotler, mendefinisikan segmentasi sebagai sebuah kegiatan untuk membagi-bagi pasar menjadi beberapa grup/kelompok atau bagian pasar yang potensial berdasarkan beberapa kriteria. Adapun kriteria meliputi kebutuhan (needs), karakteristik atau perilaku pelanggan yang memerlukan produk atau service yang berbeda pula.
Kelompok ini dijadikan sasaran dengan pendekatan marketing mix yang berbeda berdasarkan segmen yang dibentuk. Hal ini juga berlaku pada political marketing, dimana segmen-segmen tersebut mengadopsi pada ilmu-ilmu marketing yaitu seperti geografis, demografis, psikografis dan behavioural.
Pada tulisan kali ini, akan mem-bahas mengenai segmentasi demografis tepatnya segmen perempuan dalam political marketing. Jumlah pemilih perempuan yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kalsel adalah hampir berimbang, yaitu sekitar 1.408.124 untuk pemilih pria dan 1.394.692 untuk pemilih perempuan. Angka ini menunjukkan pemilih perempuan mempunyai peranan penting dalam menentukan kemenangan seorang Caleg menuju kursi yang dia incar. Pertanyaan yang harus dijawab oleh para Caleg adalah bagaimana strategi yang dilakukan untuk merebut suara pemilih perempuan tersebut?
Pemilih perempuan tentunya secara perilaku akan berbeda dari pemilih pria. Pemilih perempuan dianalogikan adalah silent market karena mereka lebih banyak diam dan tidak terekspose secara baik oleh para Caleg. Kebanyakan para pemilih perempuan adalah ibu rumah
tangga. Maka, mereka lebih banyak tinggal di rumah dan sedikit mendapat pengetahuan politik apalagi mengenal para Caleg. Untuk pemilih perempuan yang mempunyai pekerjaan, baik itu sebagai pegawai negeri sipil atau yang bekerja sebagai karyawan swasta masih belum teridentifikasi secara baik oleh para Caleg akan kemana suara mereka nanti.
Selain itu, pemilih perempuan juga akan memerlukan kelompok acuan dalam menetukan pilihannya pada 9 April nanti. Siapa yang menjadi kelompok acuan tersebut? Apakah suami mereka, teman-teman arisan, pemimpin spritual, guru pengajian atau yang lainnya? Hal ini menarik untuk diamati dan dikelola karena kelompok acuan para perempuan tersebut akan mempengaruhi pilihan mereka nanti.
Pertanyaan selanjutnya yang harus dijawab para Caleg adalah apakah para pemilih perempuan nanti akan memilih Caleg perempuan juga pada Pemilu 2014 ini? Ini penting diketahui terutama oleh para Caleg perempuan, karena sejarah Pemilu di Indonsia mencatat persamaan gender belum tentu akan mendulang suara dari kaum yang sama juga. Artinya, pekerjaan ekstra keras harus dilakukan oleh Caleg perempuan untuk merayu kaum hawa untuk memilih mereka nanti.
Strategi yang perlu dilakukan oleh para Caleg untuk mendekati pemilih perempuan adalah dengan mendekati mereka dengan cara yang lebih personal. Misalnya adalah menghadiri kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para perempuan tersebut. Selain itu, cara efektif lainnya adalah dengan bertatap muka langsung dan bersilaturahmi kepada kelompok-kelompok
perempuan tersebut.
Segmen yang potensial dan masih sulit ditebak dalam Pemilu 2014 adalah segmen perempuan karena kondisi perempuan yang jarang terekspose dan terpapar politik. Tugas para Caleg adalah menggali potensi pemilih perempuan dengan lebih seksama dan dengan strategi yang jitu. Selamat mengelola segmen perempuan. Selamat ber-Guerilla Marketing! (*)