Kawasan Tanpa Rokok
DALAM waktu dekat ruang gerak para perokok di Kota Banjarmasin pada khususnya,
DALAM waktu dekat ‘ruang gerak’ para perokok di Kota Banjarmasin pada khususnya, tidak akan seperti dulu lagi. Terhitung 4 Mei 2014 Pemerintah Kota Banjarmasin mulai menerapkan Perda Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Terhitung pada tanggal tersebut, atau kurang dari sebulan lagi, para perokok yang kedapatan melanggar perda itu akan mendapat teguran.
Penerapan perda ini memang terbilang masih belum tegas. Pasalnya, para pelanggar perda hanya akan mendapatkan teguran. Sedangkan pemberian sanksi seperti yang sudah diatur dalam perda itu baru akan dilaksanakan pada 2015.
Pada 2014 ini, misalnya ada orang yang merokok di mal, maka akan ditegur oleh pihak keamanan mal, di perkantoran akan ditegur pihak aparat kantor setempat, misalnya oleh kepala dinas. Demikian pula di tempat larangan lain, teguran oleh pihak masing-masing.
Apa yang dilakukan Pemko Banjarmasin itu, meski belum tegas, patut dicontoh atau ditiru daerah-daerah lain di Kalimantan Selatan ini. Paling tidak apa yang dilakukan bisa memberikan penyadaran kepada para perokok, dan diharapkan bisa menekan angka perokok di Kalsel pada khususnya.
Jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, masih banyak tempat umum di Kalsel yang belum menerapkan larangan merokok bagi para pengunjungnya. Sebagai contoh, di sejumlah rumah sakit di daerah ini pengunjung, bahkan pasien sekalipun, begitu mudahnya bisa merokok di rumah sakit. Pasalnya tidak ada aturan ataupun tidak ada pengawasan.
Lalu bagaimana bila dibandingkan dengan negara lain? Tentu sangat jauh.
Kita ambil contoh peraturan yang diberlakukan di Singapura. Jangan tanyakan lagi peraturan di negara tetangga Indonesia ini. Di sana sangat ketat mengatur tentang itu.
Para perokok dari luar Singapura yang melancong ke negeri jiran itu harus berhati-hati jika tidak ingin kena denda. Sebab, terlalu banyak kawasan yang didatangi para pelancong yang menjadi tempat terlarang bagi perokok.
Singapura sudah menerapkan pelarangan merokok di tempat publik sejak 2005. Itu termasuk di restoran, kantor, pabrik, bank dan di alat transportasi, termasuk taksi sekalipun. Para pelanggar aturan ini akan dikenakan denda yang nominalnya mencapai jutaan rupiah.
Dalam perkembangannya, larangan merokok itu kemudian diperluas ke kawasan lainnya seperti pub, bar dan klub. Itu dilakukan sejak Juli 2007. Meski demikian, pemerintah masih memberikan toleransi bagi tempat-tempat hiburan malam. Tempat hiburan malam diminta agar menyediakan ruang merokok minimal 10 persen dari ruangannya.
Pemerintah Singapura tidak langsung berpuas diri. Tidak hanya sampai di situ, pada 1 Januari 2009, larangan merokok diperluas lagi di tempat bermain, tempat olahraga, pasar, tempat parkir bawah tanah, terminal fery, termasuk juga di tempat-tempat non-AC seperti pabrik, toko dan lift.
Jika dilihat dari apa yang dilakukan Pemko Banjarmasin saat ini setidaknya sudah ada langkah untuk menerapkan peraturan seperti yang dilakukan oleh pemerintah Singapura.
Sebenarnya banyak yang bisa ditiru dari Singapura asalkan Pemko Banjarmasin ataupun pemerintah daerah lainnya mau serius menerapkannya.
Sebagai contoh lagi, di Singapura juga mengatur tentang larangan memberi uang kepada pengemis di sejumlah jalan yang ditetapkan. Bahkan pemerintah Singapura juga menetapkan sejumlah kawasan yang para pejalan kaki atau pengunjungnya tidak boleh meludah sembarangan.
Mudah-mudahan, setelah menerapkan perda larangan merokok ini Pemko Banjarmasin juga membahas dan membuat perda larangan memberi kepada pengemis dan meludah sembarangan. Tentu saja disertai tindakan dan pemberian sanksi yang tegas. Dengan demikian, perda yang dibikin tidak hanya menjadi ‘macan kertas’. (*)