Sisik Trenggiling Ternyata Bisa Dijadikan Bahan Pembuatan Sabu-sabu
Binatang bersisik trenggiling (Paramanis javanica) kerap kali diselundupkan ke luar negeri, terutama ke Tiongkok.
BANJARMASINPOST.CO.ID - Binatang bersisik trenggiling (Paramanis javanica) kerap kali diselundupkan ke luar negeri, terutama ke Tiongkok. Harganya di pasaran internasional sangat menggiurkan, bisa mencapai 2 dolar AS atau Rp 25.000 per sisik.
Mengapa sisik trenggiling jadi primadona di pasar luar negeri? Sudah lama santer terdengar, sisik trenggiling mengandung senyawa tertentu yang bisa diolah menjadi obat kuat, dan bahkan jadi bahan untuk pembuatan narkotika jenis sabu-sabu.
Trenggiling merupakan binatang yang ditemukan di Asia Tenggara, dengan makanan utama semut dan rayap. Bentuk tubuhnya memanjang, dengan lidah yang dapat dijulurkan hingga sepertiga panjang tubuhnya untuk mencari semut di sarangnya.
Rambutnya termodifikasi menjadi semacam sisik besar yang tersusun membentuk perisai berlapis sebagai alat perlindungan diri. Jika diganggu, trenggiling akan menggulungkan badannya seperti bola. Ia dapat pula mengebatkan ekornya, sehingga "sisik"nya dapat melukai kulit pengganggunya.
Penggunaan sisik trenggiling untuk membuat sabu-sabu pernah diungkapkan oleh pakar lingkungan hidup dan kesehatan Universitas Riau, Ariful Amri, sebagaimana dikutip dari Antaranews, beberapa waktu lalu.
Ariful menyatakan, sisik trenggiling mengandung zat aktif Tramadol Hcl. Ini merupakan partikel pengikat zat yang terdapat pada bahan psikotropika jenis sabu-sabu.
"Tramadol HCl juga merupakan zat aktif salah satu obat analgesik yang digunakan untuk mengatasi nyeri hebat, baik akut atau kronis dan nyeri pascaoperasi," ujarnya.
Di dalam tubuh trenggiling terdapat unsur yang dapat menjaga kekebalan tubuh (antibodi) yang sangat tinggi. Ariful mengatakan, hal itu bisa dilihat dari sisik trenggiling yang dapat melindungi tubuh binatang tak bergigi itu.
"Percaya atau tidak, di negara asing seperti Singapura, sisik trenggiling dijual dengan harga jutaan, bahkan puluhan juta per kilogramnya. Ada kabar kalau di sana sisik trenggiling digunakan sebagai bahan dasar obat-obatan berdosis tinggi, termasuk psikotropika jenis sabu-sabu," ujarnya.
Petugas Bea dan Cukai berkali-kali menggagalkan upaya penyelundupan trenggiling ke luar negeri. Penyelundupan trenggiling melanggar UU tentang Kepabeanan dan UU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pelanggaran pasal 102A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 5 miliar.