Kurang Tidur Bisa Bikin Gemuk
“STUDI baru kali ini secara objektif mengukur pola tidur remaja dan aktivitas fisik mereka selama lebih dari seminggu. Termasuk kebiasaan makan mereka
BANJARMASINPOST.CO.ID - Mungkin kita berpikir kalau kurang tidur satu jam saja tidak akan memengaruhi kesehatan. Tapi tahukah Anda, kurang tidur satu jam saja bisa membuat kita menjadi gemuk.
Hasil penelitian terbaru menyebutkan, kekurangan tidur satu jam bisa jadi memicu Anda menjadi gemuk. Pasalnya, kekurangan tidur satu jam bisa membuat Anda makan lebih banyak dari biasanya, karena Anda memerlukan asupan ekstra sebesar 200 kalori.
Pun apabila kita kebihan jam tidur. Kelebihan tidur satu jam juga turut membuat kita juga memiliki efek merugikan yang sama.
Seperti dilansir Dailymail, Jumat (6/3/2015), para peneliti menyimpulkan hasil tersebut setelah melihat data dari 342 remaja dan menganalisis kebiasaan tidur mereka.
Rata-rata, mereka tidur sekitar tujuh jam setiap malam. Namun, ketika jumlah remaja waktu tidur bervariasi dengan hanya satu jam, baik kurang atau lebih, membuat mereka menjadi makan lebih banyak. Rata-rata melakukan makan tambahan hingga 201 kalori per hari.
Mereka juga mengonsumsi sekitar enam gram lemak, setara dengan satu sendok teh mentega atau susu cokelat, dan 32 gram lebih banyak karbohidrat sehari setelahnya.
Tidur yang terganggu, juga terkait dengan 60 persen kemungkinan akibat ngemil menjelang tidur. Dan 100 persen pada akhir pekan.
Penulis Fan Dia, dari Penn State University College of Medicine, mengatakan data dari penelitian mereka menyebutkan bukan berapa lama seseorang harus tidur, tapi variasi setiap hari waktu tidur.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan, remaja yang tidak mendapatkan cukup tidur berada pada risiko tinggi obesitas.
Tapi kebanyakan studi terhadap mereka berdasarkan data tidur yang dilaporkan sendiri.
“Studi baru kali ini secara objektif mengukur pola tidur remaja dan aktivitas fisik mereka selama lebih dari seminggu. Termasuk kebiasaan makan mereka dalam kehidupan nyata, bukan di laboratorium,” kata Fan Dia.
Penelitian dilakukan terhadap remaja berusia rata-rata 17 dan mengenakan gelang actigraph, yang mengukur siklus aktivitas mereka dan istirahat selama tujuh hari, untuk memperkirakan berapa lama mereka tidur setiap malam.
Mereka juga diminta menjawab kuesioner frekuensi makanan, untuk melihat berapa banyak kalori dan makanan ringan, dan berapa banyak protein, lemak, dan karbohidrat mereka secara teratur dikonsumsi di tahun sebelumnya.
Kemudian peneliti juga menganalisis hubungan antara durasi tidur, variasi tidur sehari-hari, dan asupan makanan. Hasilnya, disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, ras, dan indeks massa tubuh.
Hasil penelitian menunjukkan, para remaja tidur itu lebih lama pada akhir pekan daripada hari kerja.
Para peneliti mengatakan, satu penjelasan yang mungkin untuk efek perubahan tidur, mungkin bahwa makin kurang tidur yang dapat membuat remaja lebih menetap pada hari berikutnya, sehingga mereka menjadi suka ngemil di depan televisi.
Kemungkinan lain adalah pergeseran dalam pola tidur yang menyebabkan ketidakseimbangan hormon, sehingga remaja makan lebih banyak.
Para ilmuwan telah lama mengetahui hormon leptin, yang bertindak seperti termostat nafsu makan.
Sebagai salah satu dari dua 'hormon lapar' dalam tubuh, leptin bekerja untuk mengurangi nafsu makan, sedang hormon lain yang bernama ghrelin, berfungsi meningkatkan nafsu makan.
Ketika seseorang memiliki cukup waktu untuk makan, sel-sel lemak mereka melepaskan leptin, yang secara efektif menumpulkan nafsu makan dengan menginstruksikan otak bahwa sudah waktunya untuk berhenti makan.
Tapi kurang tidur menyebabkan tingkat leptin menurun, sehingga sinyal di otak Anda untuk makan lebih banyak makanan.
Secara bersamaan, tingkat ghrelin pun turut meningkat yang menyebabkan rasa lapar.
Peneliti mengatakan, durasi tidur mungkin lebih penting jika remaja itu harus sangat kurang tidur, hanya tidur empat jam setiap malam misalnya.
"Ini mungkin lebih penting untuk memiliki pola tidur yang teratur daripada tidur lebih lama satu hari dan lebih pendek dari yang lain. Temuan ini bisa membantu kita lebih memahami bagaimana obesitas berkembang di kalangan anak muda,” jelasnya.