Inilah Kesulitan Siswa Berkebutuhan Khusus Menghadapi UN Online

Bila harus mengerjakan soal listening dalam try out dan ulangan harian, Priyanka biasanya menerka-nerka jawaban

Editor: Didik Triomarsidi
banjarmasinpost.co.id/kompas.com
Siswa SMKN 46 di Jakarta Timur mengikuti gladiresik ujian nasional online. Rabu (1/4/2015). 

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Salah satu siswa di SMK Negeri 6 Jakarta Selatan, merasa kesulitan menghadapi ujian nasional (UN) Bahasa Inggris dengan sistem computer based test (CBT). Sebab, siswa tersebut harus mengerjakan ujian mendengarkan atau listening pada mata pelajaran Bahasa Inggris meskipun memiliki keterbatasan pendengaran.

"Kalau baca tulis saya bisa, kesulitannya di listening Bahasa Inggris. Kondisi saya begini, kenapa harus ikut listening," ujar Priyanka Irfan, siswa berkebutuhan khusus atau inklusi SMK Negeri 6, Rabu, (1/4/2015).

Bila harus mengerjakan soal listening dalam try out dan ulangan harian, Priyanka biasanya menerka-nerka jawaban dari gambar yang terdapat dalam soal. Sebagai pengganti, Priyanka harus mengerjakan soal tambahan agar dapat memperoleh nilai.

"Biasanya guru Bahasa Inggris itu memberikan tambahan dalam bentuk lain. Mungkin anak-anak lain listening, Priyanka dikasihnya interview," kata Tuti Rohanna, Wakil Kepala Sekolah SMK Negeri 6.

Kendati demikian, Tuti menilai Priyanka juga kesulitan dalam mengerjakan soal tambahan tersebut. Meskipun tak dapat mendengar, Priyanka dapat berbicara. Namun, Priyanka kurang jelas dalam melafalkan kata-kata.

"Kalau soal interview ya gimana ya. Dia sudah berusaha maksimal untuk mengucapkan kata-kata itu tetap sulit," kata Tuti saat ditemui di SMK Negeri 6.

Tidak istimewa

Meskipun memiliki keterbatasan, pihak sekolah tidak memperlakukan siswa berkebutuhan khusus secara istimewa. SMK Negeri 6 juga tidak memiliki tenaga khusus untuk menangani mereka.

"Di sini kan memang enggak mempunyai orang khusus untuk menangani inklusi. Jadi, hanya mengandalkan guru-guru saja," kata Tuti.

Hal ini dikarenakan jumlah siswa inklusi di SMK Negeri 6 tergolong sedikit. Hanya ada dua orang siswa inklusi yang butuh perhatian khusus.

Selain itu, kata dia, SMK Negeri 6 memang tidak dipersiapkan untuk menerima siswa berkebutuhan khusus. "Kalau dulu kan enggak ada aturan harus terima siswa inklusi, sekarang kita diwajibkan terima," kata Tuti.

Terkait hal ini, Tuti berharap agar anak-anak berkebutuhan khusus sebaiknya ditempatkan di sekolah luar biasa sehingga dapat ditangani dengan baik. "Sebenarnya kasihan ya karena dia sepertinya jadi tidak maksimal," ucap Tuti.

Sumber: Kompas.com
Tags
UN Online
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved