Peran Pencegahan Korupsi Lebih Dominan
KPK Independen Hanya pada Program
Selama ini, masyarakat mengenal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga penegakan hukum khususnya korupsi
Penulis: Royan Naimi | Editor: Eka Dinayanti
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Selama ini, masyarakat mengenal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga penegakan hukum khususnya korupsi yang melakukan penindakan terhadap pelanggarnya. Namun, faktanya, upaya penindakan (penangkapan) hanya 1/5 dari tugas KPK. Lebih didominasi upaya pencegahan dan pendidikan.
Demikian diungkap Group Head Directorate of Education and Public Services KPK, Guntur Kusmeiyano, saat berkunjung ke kantor Banjarmasin Post Group, Kamis (21/5/2015) pagi. Guntur dan seorang rekannya diterima Pemimpin Redaksi Yusran Pare, Pemimpin Perusahaan Wahyu Indriyanta dan Redaktur Pelaksana Dwi Sudarlan.
Menjelang digelarnya Pemilukada serentak di Indonesia, KPK menurut Guntur berupaya memberikan penyegaran tentang tindak pidana korupsi ini. Selain ke media, KPK juga bertemu dengan Bawaslu dan KPU Kalsel serta jika memungkinkan perwakilan partai politik. “Masuknya KPK dengan program-program berintegrasi diharapkan mampu meredam tindak pidana korupsi yang tidak terukur dalam deret hitung,” kata Guntur.
Tapi diakuinya, KPK menghadapi sejumlah kendala dalam bertugas. Mulai dari persoalan politis hingga anggaran. “Personel KPK hanya 1.200 orang. KPK memang independen, tapi hanya dalam program. Sementara dalam pendanaan tidak,” katanya.
Lantas, sejauh mana dampak program pencegahan yang dilakukan KPK dapat mengurangi tindak pidana korupsi di Tanah Air? Menurut Guntur, pencegahan bisa mempengaruhi masyarakat untuk berbuat lebih baik dari pada korupsi.
“Jadi, sebelum ada KPK, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 0,19. Setelah KPK berjalan hingga sekarang, IPK Indonesia sudah mencapai angka 30, terbaik di Asia Pasifik,” aku Guntur.
Prestasi dari upaya pencegahan menurut Guntur adalah berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara dari migas sebesar Rp 247 triliun. Adapun nominal yang diselamatkan dari upaya penindakan menurut dia tak sampai 10 persenya.
Sementara itu, Wahyu Indriyanta mengeluhkan tidak adanya tindakan terhadap aparatur pemerintahan yang memainkan kewenangannya. Dia mencontohkan sistem lelang online yang tidak transparan, yang menguntungkan pihak tertentu.
