Pulau Sewangi, Pusatnya Pembuatan Perahu Tradisional Banjar
kelotok untuk dipakai warga yang biasa mencari nafkah dari mengoperasikan perahu, tak jarang para wisatawan juga ada yang berminat membeli
Penulis: Yayu Fathilal | Editor: Halmien
Perajin perahu lainnya, Imis, malah lebih kreatif. Jika para tetangganya di pulau ini sibuk bergelut membuat jukung dan kelotok sesungguhnya, dia malah berinisiatif membuat miniaturnya sebagai cinderamata bagi para pelancong yang bertandang ke tempatnya. Walau begitu, dia sehari-hari juga tetap membuat perahu sesungguhnya untuk pemesannya.
Untuk jukung mini buatannya itu disebutnya jukung hias. Dalam sehari, dia bisa membuat 10 buah miniatur jukung hias. Jukung hiasnya ini tak sekadar jukung, namun juga dilengkapi patung manusia mini, miniatur makanan khas Banjar dan atap jukungnya.
Bahannya dari kayu untuk jukung dan manusianya. Sedangkan untuk miniatur makanannya dibuatnya dari rempah-rempah dapur yang sudah dikeringkan, kemudian dibentuknya dan dicatnya menjadi kue-kue khas Banjar. Wadah makanannya dari tutup botol bekas.
Untuk atap jukungnya, dibuatnya dari kertas karton dilapisi helaian tipis daun nipah. Jika sudah jadi, bentuknya persis seperti miniatur penjual makanan khas Banjar yang biasa ada di Pasar Terapung Kuin di Banjarmasin.
"Kalau bahan kayunya, saya memakai kayu lanan. Proses pembuatan jukung hias ini sangat rumit, jauh lebih susah dari membuat jukung sungguhan karena bentuknya mini dan detil manusianya serta makanannya itu harus dikerjakan ekstra hati-hati agar hasilnya bagus," ujarnya.
Untuk mengerjakan ini, dia dibantu beberapa orang tetangganya. Jukung hias buatannya ini dijualnya di Pasar Terapung Kuin. Harga jualnya Rp 50.000 untuk jukung berisi dua patung manusia saja tanpa ada makanannya, Rp 75.000 jika dilengkapi makanan dan Rp 100.000 untuk jukung hias yang berukuran lebih besar dari yang berharga Rp 75.000. Jika miniatur jukungnya saja dijualnya Rp 25.000.
Tiap hari selalu ada saja yang laku. "Beberapa hari yang lalu ada yang memborong hingga puluhan buah. Sekarang saya bikin lagi yang baru," ujarnya.
Tak susah menuju pulau ini karena perairannya hanya terpisah jarak sungai kecil dari Banjarmasin. Lebih tepatnya, daerah ini berada di seberang Jalan Alalak Tengah, Banjarmasin.
Jika ingin kemari bisa menuju ke jalan tersebut. Nanti menyeberang menggunakan kapal feri kecil, tarifnya hanya Rp 2.000 sekali jalan. Di sini ada beberapa dermaga penyeberangannya, di antaranya ada di dekat Masjid Kanas atau Masjid Jami Tuhfaturroghibin.
Waktu tempuhnya hanya dua menit. Kendaraan pribadi seperti sepeda motor bisa dimasukkan ke kapal feri ini, kecuali mobil karena ferinya kecil. Jika menggunakan mobil, bisa diparkir di halaman rumah warga sebelum bertolak dengan kapal feri.
Jika ingin melalui jalur darat juga bisa, namun konsekuensinya waktu dan jarak tempuhnya lebih jauh, sekitar satu jam. Lewat darat, bisa melalui Jalan Brigjen H Hasan Basri terus saja hingga bertemu Jembatan Kayu Tangi Ujung, melewati Rumah Sakit dr Moch Ansari Saleh. Turun dari jembatan itu, belok kiri masuk ke daerah Berangas. Daerah ini sudah masuk wilayah administratif Kabupaten Baritokuala.
Dari sini jalannya mulus beraspal, terus saja jalan sekitar satu kilometer lalu belok kiri lagi. Dari belokan ini, jalannya rusak, hanya sekitar 500-600 meter. Setelah itu ada pertigaan, ambil ke kiri, tak lama ada gedung Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama. Di seberang sekolah ini ada jembatan penyeberangan masuk ke wilayah Pulau Sugara.
Setelah masuk Pulau Sugara dan menuruni jembatan itu, belok kiri lagi. Terus saja hingga bertemu Pulau Sewangi. Pulau Sugara dan Pulau Sewangi hanya dipisahkan oleh sungai kecil dan perumahan penduduknya benar-benar padat sehingga batasnya tak jelas, rasanya seperti masih satu daratan. Untuk mudah mengenalinya, lihat saja jika di rumah-rumah warganya banyak bengkel perahu besar dan kecil, maka Anda sudah memasuki wilayah Pulau Sewangi.