Ingin Tahu Dimana Makam Pangeran Antasari? Di Sinilah Tempatnya
Banyak kalangan kerap berziarah ke makam ini. Di antaranya adalah kalangan instansi pemerintahan dan pelajar.
Penulis: Yayu Fathilal | Editor: Ratino Taufik
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Pangeran Antasari adalah seorang pahlawan nasional dari Kalimantan Selatan. Makamnya ada di Jalan Malkon Temon, Kelurahan Surgi Mufti, Kecamatan Banjarmasin Utara, Banjarmasin.
Kompleks makamnya kecil saja dan terasa dingin. Di sekelilingnya ada berbagai tanaman.
Kompleks makamnya ini jadi satu dengan pekuburan muslimin milik warga. Bedanya, kuburan Pangeran Antasari diberi tempat khusus, berupa pendopo yang dipagari dan di depannya ada tulisan yang menerangkan bahwa tempat ini adalah makam seorang pahlawan nasional.
Lantainya pun disemen. Di dekatnya, ada makam istri Pangeran Antasari, yaitu Ratu Antasari, cucu Pangeran Antasari yang juga tokoh pahlawan kemerdekaan rakyat Kalimantan Selatan, Ratu Zaleha, kuburan pahlawan kemerdekaan rakyat Kalsel, Panglima Batur dan pahlawan Ampera, Hasanuddin HM.
Makam Pangeran Antasari tampak berbeda dibandingkan empat makam lainnya tersebut. Makamnya dipagari besi, nisannya dililiti kain kuning yang dalam adat Banjar sebagai pertanda bahwa pemilik kuburan itu adalah tokoh yang disegani masyarakat. Makamnya juga ditaburi kembang barenteng khas Banjar.
Di dekat makamnya ada lemari kecil tempat ditaruhnya beberapa buku Surah Yasin untuk peziarah membacakan doa-doa kepada sang pahlawan. Makam ini bisa diziarahi kapan saja.
Banyak kalangan kerap berziarah ke makam ini. Di antaranya adalah kalangan instansi pemerintahan dan pelajar.
"Biasanya ramai diziarahi saat Hari Pahlawan untuk peringatan hari bersejarah tersebut. Kalau di akhir pekan biasanya pelajar, anak-anak pramuka," jelas penjaga makam Pangeran Antasari, Dayan.
Pangeran Antasari ditetapkan oleh Pemerintah RI sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia asal Kalimantan Selatan berdasarkan Keputusan Presiden RI No 06/TK/Tahun 1968 Tanggal 27 Maret 1968.
Semasa hidupnya, Pangeran Antasari hanya berjuang melawan penjajah Belanda selama 3,5 tahun karena kematian menjemputnya. Walaupun begitu, semangat perjuangannya terus berlanjut hingga ke generasi mudanya, hingga dia begitu dikenang warga Kalimantan Selatan sebagai pahlawan rakyat dan dinobatkan sebagai pahlawan nasional.
Semasa perjuangannya, dia dikenal memiliki semboyan yang begitu melekat di benak orang Banjar, yaitu Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing (haram menyerah kepada musuh walau sampai titik darah penghabisan).
Mendengar semboyan ini, orang Banjar sudah hafal jika itu milik Pangeran Antasari. Semboyannya ini sekarang dijadikan nama sebuah museum perjuangan rakyat Kalimantan Selatan, yaitu Museum Waja Sampai Kaputing (Wasaka) di Banjarmasin.
Berdasarkan sejarahnya, Pangeran Antasari adalah seorang bangsawan pewaris tahta Kerajaan Banjar. Namun dia sejak lahir hingga wafat tak pernah hidup di istana karena dia merupakan pangeran yang terbuang disebabkan konflik politik internal di Kerajaan Banjar.
Kakek buyutnya, Sultan Aminullah yang menjabat sebagai Raja Kerajaan Banjar wafat, meninggalkan tiga putra yang masih cilik. Saudara sang sultan, yaitu Pangeran Natanegara dipercaya sebagai wali ketiga pangeran cilik ini.
Tragisnya, dua dari tiga pangeran cilik itu tewas secara misterius, sementara satu lagi selamat dan melarikan diri ke Pagatan, yaitu Pangeran Amir. Setelah itu, Pangeran Natanegara naik tahta bergelar Sultan Sulaiman Saidillah.
Pangeran Amir memiliki anak bernama Pangeran Mas'ud. Pangeran Mas'ud ini adalah ayah kandung Pangeran Antasari.
Pangeran Amir bersama putranya melawan pemerintahan Sultan Sulaiman Saidillah yang berkongsi dengan Belanda hingga akhirnya dia dan putranya dibuang ke Srilangka. Selanjutnya, perjuangan mereka dilanjutkan oleh Pangeran Antasari.
Sebelumnya, Pangeran Antasari bukanlah tokoh ternama. Saat itu kondisi politik di Kerajaan Banjar benar-benar kacau sehingga Belanda memiliki peluang besar mengambil keuntungan untuk menguasai Tanah Banjar dengan berbagai cara. Hal ini membuat rakyat memberontak.
Pemberontakan rakyat terpecah alias tak bersatu. Berkat tangan dingin dan taktik jitu Pangeran Antasari, kekuatan rakyat berhasil dihimpun untuk bersatu melawan Belanda.
Kekuatan pasukan Pangeran Antasari saat itu sangat berbahaya dan selalu dicurigai pihak kerajaan maupun Belanda. Pengaruh Pangeran Antasari begitu luas hingga merambah kalangan ulama yang sebelumnya tidak pernah berperang di medan perang. Pengaruhnya juga meluas ke berbagai daerah yang sekarang masuk wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Di awal perjuangannya, dia berhasil menghimpun 6000 orang pasukan.
Pada Ramadan 1278 Hijriyah atau Maret 1862, para alim ulama dan pemimpin rakyat dari Barito, Murung, Sihong, Teweh dan para kepala suku Dayak Kapuas Kahayan sepakat menobatkannya sebagai Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin yang merupakan gelar pemimpin tertinggi agama Islam kala itu. Dengan demikian, rakyat memahami bahwa kedaulatan rakyat Banjar sekarang dipegang oleh keturunan sah dari Sultan Aminullah telah pulih.
Pangeran Antasari sangat dikenal semangat juangnya yang anti kompromi dengan Belanda. Selama hayatnya, Pangeran Antasari dikenal sebagai pejuang yang ahli dalam berperang, berani, tegas, tangguh, cerdik dan alim.
Dia juga seorang pemimpin yang ulet, tabah, berwibawa serta memiliki kekuatan batin yang mampu mengikat para pengikutnya untuk terus fokus pada tujuan yang mulia, yaitu merdeka dari Belanda. Dia juga dikenal sebagai seorang pangeran yang enggan berleha-leha di istana dan lebih memilih mengangkat senjata berbaur dengan rakyat untuk melawan kezaliman penjajah.
Perjuangannya harus terhenti karena dia wafat akibat diserang penyakit cacar ganas pada 11 Oktober 1862 di kampung Bayan Begok, Kalimantan Tengah. Perjuangannya hanya sebentar, yaitu 3,5 tahun namun dalam waktu singkat itu dia mampu mengomando seluruh rakyat yang ada di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah untuk bersatu melawan Belanda melalui kharisma, kepemimpinannya yang disegani serta semangat perjuangannya. Perjuangannya diteruskan oleh putranya, Pangeran Muhammad Seman dan Pangeran Muhammad Said serta cucunya, Ratu Zaleha.
Pada 1956, jenazahnya dipindahkan ke Banjarmasin, di kompleks pemakamannya yang sekarang ini. Letak makamnya ini cukup mudah dituju karena tak jauh dari pusat Kota Banjarmasin. Apalagi lokasi ini sangat dikenal warga karena merupakan makam seorang pahlawan nasional.