Begini Suka Duka Menjadi Event Organizer, Tidak Dibayar, Tidur di Panggung Hingga Jadi Buruan Travel
Menjadi event organizer (EO) boleh saja dianggap sebagai usaha yang tergolong gampang susah untuk mendapatkan untung.
Penulis: Khairil Rahim | Editor: Eka Dinayanti
Saat itu dirinya dipercaya untuk menangani audisi Academy Fantasy Indosiar (AFI) 2005.
"Semua pasti tahu bagaimana dulu boomingnya acara ini. Semua warga Banjarmasin tertuju di acara ini," kata dia.
Namun disaat pelaksanaan acara yang digelar di Mahligai Pancasila Banjarmasin, kendala datang. Acara ini ditentang salah satu organisasi mahasiswa Islam di Kalsel.
Tidak hanya itu mereka menyuarakannya dengan menggelar demo ke lokasi audisi.
"Tentu kami panik, disatu sisi audisi berlangsung sementara di luar demo berlangsung yang kami takutkan terjadi bentrok sebab yang suka acara ini juga banyak. Kami tidak ingin ambil risiko soal ini agar tidak terjadi apa-apa," ujar pria yang akrab disapan Enad.
Dengan berat hati, lokasi acara yang rencananaya digelar selama tujuh hari ini pun berpindah-pindah tempat. Hingga diacara puncak, lokasi dipindah ke Lapangan Murjani Banjarbaru.
"Nah disini hikmahnya ternyata sambutan penonton sangat banyak bahkan memecahkan rekor penonton terbanyak dan lebih penting lagi acara berlangsung dengan aman," ujar dia.
Pelaku bisnis EO lainnya Wan Marley dari EO Makram menambahkan bergelut dibisnis ini harus berani menanggung resiko besar.
Event tidak dibayar, birokrasi pengurusan izin yang rumit, hingga artis yang cerewet menjadi makanan biasa dan harus dijalani. Wan Marley pun pernah jadi buruan travel. Dia selalu dikejar-kejar untuk menagih sisa utang event.
Tanjung Sari salah satu pimpinan E0 perempuan mengaku bahkan demi kesuksesan acara yang pernah pernah dia tangani sempat tidur malam di atas panggung sebelum konser atau acara diselenggarakan.