3 Alasan ICW Minta Uji Ulang Audit Investigatif BPK Soal Sumber Waras

Ia menduga adanya kemungkinan audit tersebut dilakukan tidak sesuai dengan standar pemeriksaan.

Editor: Ernawati
Kompas/Hendra A Setyawan
Suasana Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat, Senin (18/4). Direktur Utama RS Sumber Waras Abraham Tedjanegara mengatakan, seluruh proses jual-beli dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Audit Badan Pemeriksa Keuangan menemukan ketidakwajaran pembelian lahan RS Sumber Waras yang berpotensi merugikan negara sekitar Rp 191 miliar. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Koordinator Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas, menyarankan agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan peer review atau pengujian ulang terhadap hasil audit investigatif yang mereka lakukan terkait pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta.

Ia menduga adanya kemungkinan audit tersebut dilakukan tidak sesuai dengan standar pemeriksaan.

Kecurigaan ini berangkat dari analisis ICW terhadap laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK terhadap keuangan Pemprov DKI Jakarta.

Berdasarkan LHP tersebut, ICW melihat adanya ketidaksesuaian antara kriteria yang ditetapkan BPK dan kondisi yang ditemukan.

"Dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, kami mengklasifikasikan tidak memenuhi standar-standar pemeriksaan antara kriteria yang ditetapkan dengan kondisi yang ditemukan," ujar Firdaus kepada Kompas.com, Selasa (19/4/2016).

Firdaus mencontohkan penggunaan Perpres Nomor 71 Tahun 2012 oleh BPK dalam menilai benar tidaknya dasar hukum pembelian lahan oleh Pemprov DKI Jakarta.

Menurut dia, aturan tersebut sedianya tidak lagi menjadi acuan BPK karena sudah ada aturan yang baru terkait proses pembelian lahan, yakni Perpres Nomor 40 Tahun 2014.

Berdasarkan Perpres Nomor 40 Tahun 2014 tersebut, pembelian lahan kurang dari 5 hektar dapat dilakukan melalui proses langsung tanpa harus mengikuti proses yang ada dalam aturan lama.

Kedua, terkait cara BPK membandingkan pembelian lahan Sumber Waras pada 2014 dengan rencana pembelian lahan oleh PT Ciputra Karya Utama.

Firdaus mengatakan, tahun yang dibandingkan untuk menilai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) jelas berbeda karena NJOP telah naik berdasarkan Peraturan Gubernur tahun 2013.

Ketiga, mengenai sertifikat kepemilikan lahan dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang secara administratif tercatat berlamat di jalan Kyai Tapa, bukan di jalan Tomang Utara seperti yang diklaim BPK.

Firdaus mengatakan, peer review bisa dilakukan oleh Asian Organizationa of Supreme Audit Institution (Asosiasi BPK se-Asia) dan International Organization of Supreme Audit Institution (Asosiasi BPK se-Dunia).

"Jadi BPK harusnya meminta peer review, khususnya terhadap audit investigasi Sumber Waras," ujar Firdaus.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved