May Day yang Membahagiakan

Heroisme para pekerja menuntut hak yang berlangsung pada 1 Mei itulah yang menginspirasi penetapan hari buruh oleh International

Editor: BPost Online
TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR
Ilustrasi 

130 Tahun lalu, pada 1 Mei 1886, sekitar 400 ribu buruh di Amerika Serikat memulai aksi demosntrasi selama empat hari. Mereka menuntut pengurangan waktu kerja menjadi 8 jam. Aksi di Negeri Paman Sam itu terinspirasi demo buruh di Kanada dengan tuntutan yang sama pada tanggal yang sama di tahun 1872.

Heroisme para pekerja menuntut hak yang berlangsung pada 1 Mei itulah yang menginspirasi penetapan hari buruh oleh International Working Men’s Association dalam sidangnya di Paris pada tahun 1889.

Menilik latar penetapan hari buruh, peringatan May Day pun pun kemudian identitik dengan aksi kelas pekerja menuntut perbaikan nasib. Tak jarang, aksi-aksi tersebut membuat telinga para kelas borjuis gatal dan kemudian berujung pada kericuhan.

Tak terkecuali di Indonesia. Sejak negeri ini mengakui 1 Mei sebagai hari buruh pada 2013 lalu, pemerintah merasa perlu harus berjaga ekstra keras, agar aksi mereka tak menimbulkan kericuhan apalagi kerusuhan.

Sikap antisipatif yang belakangan dinilai berlebihan itu memang beralasan. Sebab, dalam sejarah panjang perburuhan nasional, ‘kesakralan 1 Mei’ tidak sekadar berdimensi ekonomi. Tanggal itu telah menjadi komoditi idiologi dan politik.

Di era orde baru, di saat perang dingin sosialisme-kapitalisme menjadi isu penting, 1 Mei ‘dinobatkan’ sebagai simbol sosialisme yang secara politik kemudian disandingkan dengan komunisme. Warga Negara Indonesia pun dilarang memperingati May Day.

Kebijakan politis Orde Baru itu pun tak otomatis hilang seiring lengsernya Soeharto. Pemerintahan setelahnya serasa gamang mengakui 1 Mei sebagai hari buruh, meski desakan dalam berbagai bentuknya terus berlangsung.

Kegamangan itu pun masih terlihat setelah penetapan May Day pada 2013 lalu. Pemerintah masih melihat peringatan aksi buruh pada ‘harinya’ itu sebagai sesuatu yang merisaukan.

Dan kini, setelah empat tahun kita belajar dalam kegamangan, ada sedikit perubahan cara pendang terhadap aksi buruh pada May Day. Pemerintah mulai memberikan ruang pada mereka, layaknya kelonggaran yang diberikan pada organisasi massa atau lembaga apa pun saat sedang merayakan ulang tahunnya.

Aparat keamanan pun mulai mengubah cara pandang dari paradigma “menjaga aksi’ menjadi “mengamankan perayaan”, meski tetap saja menggunakan istilah ‘siaga satu’.

Perubahan sikap pemerintah ini haruslah diapresiasi seluruh komponen bangsa Indonesia. Hanya dengan memberi ruang lah, perayaan May Day yang sebelumnya menjadi momok, mulai berubah menjadi sesuatu yang membahagiakan semua orang di negeri ini.

Selamat hari buruh! (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Aneh Tapi Waras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved