Camilan Murah Meriah dari Desa Kadundung Dipromosikan di Website Desa
Makanan jenis camilan itu banyak diproduksi warga Desa Kadundung, Kecamatan Labuanamas Utara, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
BANJARMASINPOST.CO.ID - Mungkin asih banyak yang belum familiar dengan marning. Cmilan ini terbuat dari singkong goreng yang diserut kemudian diberi bumbu pedas, plus bawang merah dan bawang putih.
Makanan jenis camilan itu banyak diproduksi warga Desa Kadundung, Kecamatan Labuanamas Utara, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalsel.
Camilan ini memang dikenal sebagai jajanan rakyat. Itu karena pemasarannya masih terbatas di kalangan pasar tradisional. Pedagangnya pun kebanyakan perempuan lanjut usia.
Biasanya mereka mencari peluang berjualan di kegiatan pengajian, saprah amal, serta pasar pasar desa dan kecamatan. Ada sekitar 20 unit usaha rumahan yang memproduksi marning, berbahan singkong tersebut.
Di antaranya, milik Irsyadi. Dengan mempekerjakan empat pemuda putus sekolah, di industri rumahan terbesar di desa itu tiap hari membuat marning sampai 250 kilogram dari bahan singkong. Selain membuat marning, Iresyadi juga membuat keripik berbahan pisang kepok. Kegiatan usaha kecil itu rata-rata dilakukan di belakang rumah.

Seorang ibu di Desa Kedondong, sedang membuat bahan camilan marming dari singkong
Wajan besar, tungku dan kayu bakar perlengkapan. Proses produksinya, melibatkan pekerja mulai dari lansia dan ibu-ibu yang bekerja mengupas singkong hingga menyerutnya. Sedangkan pekerja yang menggoreng, kebanyakan pria.
“Saya sudah 15 tahun memiliki usaha ini. Alhmadulillah bisa menjadi usaha sampingan yang cukup menambah penghasilan keluarga,” tutur Irsyadi yang juga pegwai RS Damanhuri Barabai ini, akhir pekan lalu.
Usaha milik Irsyadi tergolong paling besar. Tiap hari beromset Rp 4 juta sampai Rp 5 juta. “Saya mempekerjakan empat orang,” katanya.
Menurut Irsyadi kesulitan mengembangkan usaha ini, karena terkendala masalah packing. Masalahnya, marning menggunakan bumbu tradisional yang tidak tahan lama. Jika dibungkus dalam kemasan, dalam satu minggu rasanya berubah dan mulekol minyaknya terpisah dari parutan singkong.
“Kami perajin di sini sudah melakukan uji coba. Mengemas produk dalam kemasan plastik press, agar bisa menembus toko-toko hingga minimarket. Tapi kendalanya itu tadi. Sampai sekarang kami masih mencarikan cara agar saat dikemas, rasa tak berubah tanpa bahan pengawet,” kata Jabran, pegawai Kantor Desa Kadundung.
Karena masalah itu pula, para perajin hanya bisa memasarkan produk olahan mereka di pasar-pasar tradisional dengan sistem takar. Satu takar marning atau sekitar 250 gram marning dijual Rp 5.000. Produk yang sudah diberi bumbu, biasanya dimasukkan dalam kantong plastik besar kemudian diikat tali rapia.

Warga menggoreng camilan marming di Desa Kedondong, Labuan Amas Utara, HST
“Tiap hari ada saja pedagang pengumpul yang membeli, untuk dijual ke pasar,” ucap Rahimah, perajin marning lainnya.
Rahimah, mengelola usaha itu bersama anggota keluarganya. Tiap hari dia memproduksi 100 kilogram marning. Sama seperti Irsyadi, dia juga menjualnya kepada pedagang pengumpul. Adapun singkong dipasok warga setempat yang banyak berkebun singkong. “Alhamdulillah, bisa menambah pendapatan,” tutur wanita itu.
