Heboh Harga Rokok Rp 50 Ribu, Terjadi Aksi Borong Pengecer

Banyak pedagang yang melakukan panic buying dan memborong rokok untuk persediaan. Mereka khawatir harga rokok benar-benar akan naik

Editor: Didik Triomarsidi
kontan
Ilustrasi rokok 

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Masih ingat dengan isu kenaikan harga rokok paling murah sampai Rp 50.000 per bungkus? Ternyata kabar tersebut benar-benar ditanggapi serius oleh sejumlah pedagang rokok.

Banyak pedagang yang melakukan panic buying dan memborong rokok untuk persediaan. Mereka khawatir harga rokok benar-benar akan naik. Aksi borong oleh pedagang tersebut mengerek permintaan rokok.

Meski begitu, Surjanto Yaseputra, Corporate Secretary PT Wismilak Inti Makmur Tbk menjelaskan, kenaikan permintaan rokok tersebut terjadi secara terbatas. "Fenomena ini (panic buying) terjadi pada level ritel saja. Sementara kalau grosir tidak," ujar Surjanto kepada KONTAN, Rabu (7/9).

Surjanto menilai, karena panic buying terjadi di level pengecer saja, maka secara keseluruhan tidak berpengaruh signifikan kepada permintaan rokok. Sayang, Surjanto enggan menyebutkan berapa kenaikan penjualan akibat panic buying tersebut.

Sebagai catatan, sepanjang enam bulan pertama tahun ini, emiten berkode saham WIIM di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut mencatat kenaikan penjualan 3% menjadi Rp 902,65 miliar. Namun, kinerja penjualan tersebut tidak bisa dijadikan acuan sebagai akibat dari panic buying. Karena periode isu kenaikan harga rokok baru terjadi pada semester kedua.

Frederik Rasali, analis dari Minna Padi Investama memiliki pandangan senada. Secara psikologis, para pedagang akan mengumpulkan stok rokok karena khawatir harganya akan naik. Tujuan pedagang adalah, mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. "Biasanya mereka akan mengambil stok dulu, biar nanti marjin penjualannya bisa lebih besar," kata Frederik.

Akan tetapi, kenaikan penjualan akibat panic buying tersebut diproyeksikan tak terlalu signifikan. Maksimal 10% dari penjualan normal.

Adanya panic buying tersebut juga disampaikan oleh Hasan Aoni Aziz, Sekretaris Jenderal Gappri (Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri).

Meski terjadi kenaikan permintaan, namun Hasan menyimpulkan, kenaikan tersebut tidak signifikan bagi perusahaan rokok. "Terbukti harga jual rokok pada September masih tetap sama," jelas Hasan kepada KONTAN, Rabu (7/9).

Dalam penjelasan Hasan, bila ada pedagang yang termakan isu kenaikan harga rokok dan melakukan pembelian dalam jumlah banyak, maka pesanan mereka pada minggu berikutnya akan turun. "Karena memang tak ada kenaikan penjualan sampai Rp 50.000 tersebut," kata Hasan.

Namun manajemen emiten rokok PT Bentoel Internasional Investama Tbk menepis adanya panic buying. "Kabar toko kelontong yang menambah stok itu hanya isu. Harga pasar di grosir tetap stabil," kata Mercy Francisca Head of Legal and External Affairs PT Bentoel Internasional Investama saat dihubungi KONTAN, Rabu (7/9).

Menurut Mercy, isu kenaikan harga rokok sampai Rp 50.000 per bungkus meresahkan banyak pihak. Terutama mereka yang bekerja di sektor industri rokok yang jumlahnya bisa mencapai 6 juta orang.

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved