Jendela Dunia

Memilukan, Bocah Yatim Penderita Kanker Ini Jalan Kaki 402 Km Demi Bisa Kemoterapi

Selain itu Shi hanya tinggal berdua bersama neneknya di desa sementara ibunya telah meninggal dunia sejak ia masih berumur 2 tahun.

Editor: Mustain Khaitami
nextshark
Shi Luyao (11), bocah yatim penderita kanker harus menempuh perjalanan 402 km untuk kemoterapi. 

BANJARMASINPOST.CO.ID -- Sejak pertama kali didagnosa mengidap kanker, bocah laki-laki berusia 11 tahun ini harus menempuh ratusan kilometer demi menjalani kemoterapi seorang diri.

Pada November 2013, Shi Luyao (11) menderita demam tinggi, setelah menjalani pemeriksaan kesehatan, tim dokter menemukan bahwa Shi mengidap kaker sel darah putih atau lymphocytic leukemia.

Untuk menjalani terapi kemoterapi yang membutuhkan waktu lama, Shi harus berhenti sekolah karena keterbatasan ekonomi.

Selain itu Shi hanya tinggal berdua bersama neneknya di desa sementara ibunya telah meninggal dunia sejak ia masih berumur 2 tahun.

Sedangkan ayahnya harus bekerja jauh dari rumah untuk memenuhi biaya pengobatan Shi.

Meskipun telah mendapatkan bantuan dana dari keluarga dan teman-temannya, namun uang yang telah dikumpulkan belum juga cukup untuk membayar biaya kemoterapi.

Selama dua tahun terakhir, ayah Shi telah menghabiskan dana sebesar 200.000 Yuan atau sekitar Rp 400 juta untuk biaya pengobatan.

Ayahnya selalu memberikan semangat kepadanya untuk terus bertahan melawan kanker yang menggerogotinya.

Beruntung kondisi Shi mulai membaik pada bulan Agustus 2015 lalu.

Sejak saat itu, Shi kembali melanjutkan sekolahnya sembari terus melakukan perawatan kemoterapi.

Mengejutkannya, Shi harus menempuh perjalanan sejauh 402 kilometer jauhnya demi menjangkau rumah sakit tempatnya mendapatkan kemoterapi.

Dilansir melalui laman Nextshark, Selasa (4/10/2016), demi menghemat biaya Shi harus pergi menuju rumah sakit seorang diri. Shi harus menggunakan beberapa jenis transportasi umum seperti bus dan kereta api untuk menjangkau tempat pengobatan.

Sementara itu setelah menjalani terapi, Shi diwajibkan untuk berbaring selama enam jam lamanya, namun ia memilih segera beranjak.

Meskipun merasakan nyeri begitu menyakitkan pada sumsum tulangnya usai menjalani kemoterapi, Shi harus terus bergerak untuk mengejar bus agar tidak ketinggalan.

"Saya sudah tidak bisa mengingat berapa kali saya harus menunggu sejak sebuh di stasiun kereta api," katanya.

Kendati demikian pengorbanan Shi tak sia-sia, seiring berjalannya waktu Shi merasa lebih baikan. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved