Irhami Mengaku Miliki Lahan Sejak 1955

Irhami mengatakan luas lahan yang dibeli dari almarhum Jantera memang 11 ha dan menjadi 35 ha setelah ia membeli dari masyarakat sekitarnya.

Penulis: Irfani Rahman | Editor: Elpianur Achmad
banjarmasinpost.co.id/irfani rahman
Sidang mantan Bupati Kotabaru Irhami Ridjani di PN Tipikor Banjarmasin 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Sidang dugaan penyalahgunaan wewenang dengan terdakwa mantan Bupati Kotabaru Irhami Ridjan kembali berlangsung di PN Tipikor Banjarmasin, Selasa (10/1).

Kali ini materi sidang yang dipimpin hakim Affandi SH ini yakni pemeriksaan terdakwa. Irhami sendiri didampingi kuasa hukumnya Sabri Noor Herman dan jaksa dipimpin M Irwan SH dari Kajati Kalsel

Lebih jauh Irhami mengatakan luas lahan yang dibeli dari almarhum Jantera memang 11 ha dan menjadi 35 ha setelah ia membeli dari masyarakat sekitarnya.

Menurutya bahwa awalnya lahan yang menjadi masalah tersebut berasal dari almarhum Jantera yang dibelinya pada tahun 1955 sesuai segel yang dijadikan alat bukti.
K emudian oleh terdakwa segel tersebut dipecah dan dijadikan SKT (surat keterangan tanah) dibagikan kepada anak dan menantunya.

Disoal jaksa M Irwan bahwa SKT tersebut tidak terdaftar di buku regester pada desa Tarjun terdakwa hanya bisa menyatakan tidak tahu persoalan tersebut.

Soal SKT yang diberikan kepada anak dan salah satu menantunya menjadi topik pertanyaan baik JPU dan majelis hakim. Dimana SKT di buat pada tahun 2002, sementara terdakwa mengawinkan anaknya pada tahun 2004.

Terdakwa menjelaskan bahwa memang demikian. Ini karena hubungan dengan menantu maupun calon besan sudah cukup baik, sehingga sebelum jadi menantu sudah dibuatkan SKT itu.

Sebelumnya Irhami dituding melakukan penyalahgunaan wewenang menggunakan jabatanya sebagai Bupati Kotabaru, perbuatan terdakwa sebagaimana pada pasal 12 huruf e UURI No 31 tahun 1999, sebagaimana perubahan pada UU No 20 tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Kasus penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Bupati Kotabaru terkait izin kelistrikan yang diajukan PT ITP, sebuah perusahaan semen. Atau kedua melanggar pasal 12 huruf G undang undang yang sama yakni soal utang piutang.

Yang bersangkutan dengan kekuasaannya sebagai Bupati Kotabaru, tidak memberikan ijin kelistrikan yang diajukan PT ITP, terkecuali mau membayar uang sebesar Rp17,8 miliar sebagai gantu rugi lahan yang diakui milik terdakwa, seluas 35 Ha dilokasi Tarjun Kotabaru dengan harga Rp 50.000/meter persegi.

Padahal lahan oleh pihak PT ITP menjadi kawasan hutan hingga menjadi HGB, namun diklaim terdakwa sebagian adalah miliknya dengan bukti SKT (Surat Keterangan Tanah).

Terdakwa menurut JPU akan mendozer lahan tersebut serta memagarinya bila tidak dibayar. Akibatnya menurut JPU, pihak perusahaan semen tersebut terpaksa memenuhi permintaan terdakwa untuk membayar ganti rugi yang dilakukan secara bertahap. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved