Pemerintah Akan Batasi Ekspor Batu Bara Secara Bertahap
Pramudya juga mengatakan mulai 2019, ekspor batu bara akan dibatasi hanya 400 juta ton. Pangsa pasar pun diperbesar untuk domestik
BANJARMASINPOSTGROUP.CO.ID, BANJARMASIN - Batu bara tampaknya masih akan menjadi komoditas andalan penopang perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan untuk beberapa tahun ke depan. Kendati demikian, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan tetap diwanti-wanti untuk mengurangi ketergantungan pada sektor komoditas ini, karena sangat riskan.
Meskipun harga batu bara di pasar internasional saat ini mengalami kenaikan, tapi diprediksi tidak permanen. Kenaikan harga yang terjadi bukan karena meningkatnya permintaan, melainkan karena suplai yang menurun.
Di sisi lain, Kebijakan Energi Nasional (KEN) pemerintah Indonesia secara bertahap akan membatasi ekspor batu bara. Produksi emas hitam ini, sepenuhnya akan dimanfaatkan bagi kepentingan domestik untuk menggerakan ekonomi nasional, baik sebagai bahan bakar maupun sebagai bahan baku industri.
Hal itu terungkap dalam Seminar Ekonomi dan Bisnis, bertema Meneropong Prospek Jangka Menengah Panjang Batu Bara dan Langkah Strategis Kedaulatan Energi Nasional, di ruang serbaguna Kantor Perwakilan BI Kalsel, Rabu (3/5).
Diskusi ini menghadirkan lima narasumber yakni, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) Supriatna Sahala, Kepala Satuan Batu Bara PT PLN Persero Harlen, Kepala Seksi Evaluasi Program Penyediaan Tenaga Listrik-Kementerian ESDM Pramudya, Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan BI Kalsel M Shiroth, dan moderator Ketua Jurusan Bisnis Poliban, Agus Febrianto.
Pramudya dalam paparannya mengatakan menurut Rencana Umum Energi Nasional(RUEN) Ditjen Gatrik Kementerian ESDM sumber daya batu bara di Kalsel sebesar 16,477 miliar ton, dengan cadangan 3,645 miliar ton yang tediri dari terkira 2,475 miliar ton dan terbukti 1,169 miliar ton.
Sedangkan Kaltim memiliki cadangan 48,180 miliar ton, Kalteng 3,426 miliar ton dan Kalbar 491juta ton. Secara nasional sumber daya batu bara Indonesia 249,593 miliar ton. Dengan cadangan 32,384 miliar ton, dimana yang terkira 23,339 miliar ton dan terbukti 9,044 miliar ton.
Saat ini konsumsi batu bara domestik lebih banyak untuk pembangkit listrik. Di mana 55 persen pembangkit menggunakan energi batu bara, 26 persen gas, 12 persen EBT dan 7 persen BBM.
Pramudya juga mengatakan mulai 2019, ekspor batu bara akan dibatasi hanya 400 juta ton. Pangsa pasar pun diperbesar untuk domestik, dan pada tahun 2046 ekspor batu bara akan dihentikan.
Supriatna Sahala dari APBI mengatakan meskipun cadangan batu bara Indonesia tidak cukup besar untuk ukuran dunia, tetapi masih mencukupi untuk dimanfaatkan dalam 70-100 tahun ke depan. Dalam dua sampai tiga dekade ke depan demand batu bara baik di dalam negeri maupun di Asia juga akan terus bertambah besar. Harga batu bara pada 2017 akan lebih baik dari tahun 2016/2015, diperkirakan rata-rata 75 – 80 dolar AS per ton.
Namun sebagai pengusaha, pihaknya menyoroti sejumlah persoalan antara lain kebijakan harga untuk penggunaan di dalam negeri, khususnya untuk PLTU mulut tambang dan nonmulut tambang. Selain itu kebijakan pengendalian produksi terkait tambang-tambang baru, dan masalah tumpang tindih penggunaan lahan dengan sektor kehutanan dan perkebunan.
Sementara itu, program pembangkit listrik 35.000 MW terus berjalan. Di Kalimantan, progressnya 46 persen tahap konstruksi, 22 persen perencanaan, 17 persen pengadaan, 5 persen SLO/COD/komisioning dan 10 persen kontrak/PPA belum kontruksi.
Ekonomi Kalsel Sensitif
KEPALA Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan, Harymurthy Gunawan mengatakan komposisi sektoral Kalsel yang didominasi sektor pertambangan menyebabkan kondisi perekonomian menjadi sensitif terhadap pergerakan harga komoditas khususnya batu bara.
Jika di negara tujuan utama ekspor komoditas Kalsel terjadi gejolak, tentu akan berpengaruh pula terhadap realisasi ekspor. Batu bara sebagai salah satu komoditas utama yang diperdagangkan Kalsel saat ini masih berorientasi ekspor. Dari produksi sebanyak 137 metrik ton pada 2016, sebanyak 63,3 persen diekspor.
Namun, sebagai daerah penghasil batu bara yang besar, ternyata kondisi kelistrikan di provinsi ini justru menjadi isu yang kurang mendukung industri dan infrastruktur. Padahal, ini sangat berdampak para pertimbangan investor untuk hadir.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banjarmasin/foto/bank/originals/batu-bara-diangkut-dari-pelabuhan-trisakti-banjarmasin_20160108_203949.jpg)