Program Pembuatan WC Komunal
Warga Sudah Turun-temurun Pakai Jamban Apung dan MCK di Sungai Martapura
Berukuran sekitar 5 x 3 meter persegi, jamban apung itu dilengkapi semacam teras yang biasa digunakan warga mencuci pakaian atau piring.
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Seperti biasa, Rabu (3/5/2017) sore, jamban apung di Sungai Martapura kawasan Pasar Lama tampak ramai. Di antaranya di tepian Sungai Martapura, di belakang perumahan padat penduduk kawasan Pasar Lama, Kota Banjarmasin. Warga biasa menyebutnya ‘batang banyu’.
Berukuran sekitar 5 x 3 meter persegi, jamban apung itu dilengkapi semacam teras yang biasa digunakan warga mencuci pakaian atau piring. Satu ruang kecil berdiri di atas ‘batang’ yang jadi tempat warga untuk buang air atau mandi. Jadi mereka mandi, mencuci pakaian, mencuci piring sampai buang air besar di jamban apung.
Tak ada septic tank layaknya WC pada umumnya. Semua kotoran langsung dibuang ke Sungai Martapura.
Kotoran itu bercampur dengan bulu ayam dan kotoran lain yang mengapung di sekitarnya pada sore itu. Beberapa jamban apung berjejer di belakang rumah warga di Pasar Lama.
Sumaidah adalah satu di antara warga Pasar Lama yang sudah lebih dua puluh tahun menggunakan jamban apung untuk keperluan mandi cuci kakus (MCK). Rabu sore itu, Sumaidah bersama empat tetangganya, beraktivitas di jamban apung. Sumaidah mencuci pakaian sebelum menuntaskan aktivitas mandi sore.
Sedang seorang tetangganya mandi setelah mencuci piring. Tetangga lainnya tampak sikat gigi dengan air sungai.
“Ya buat nyuci, mandi buang air di sini semua. Alhamdulillah tidak ada sakit yang aneh-aneh selama ini,” kata perempuan yang sehari-hari berjualan rujak di Pasar Lama itu.
Satu jamban apung dimanfaatkan untuk beberapa kepala keluarga. “Siapa saja boleh pakai, asal jangan pas penuh saja,” kata Sumaidah sambil tertawa.
Hasil penelitian Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin akhir Desember 2016, mutu air sungai di kota ini mengalami pencemaran berat.
Di Sungai Martapura bagian hulu, angka pencemaran air sungai mencapai -120. Sedangkan di bagian hilir, angka skor pencemaran air mencapai -116.
“Nol itu baik. -1 sampai - 10 itu ringan. -11 sampai -20 itu sedang, dan seterusnya. Sungai Martapura dalam kondisi tercemar berat. Penelitian ini kami lakukan dua kali setahun, tiap enam bulan sekali,” terang Muhyar, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin, Rabu (3/5).
Selain Sungai Martapura, penelitian dilakukan di beberapa sungai besar di Kota Banjarmasin, seperti Sungai Andai, Sungai Antasan Kecil, Sungai Pekapuran dan Sungai Pemurus.
Di antara 26 indikator pencemaran air sungai, bakteri e coli seperti disebutkan M Makhmud, Kabid Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup, salah satu penyebab tingginya tingkat pencemaran air sungai di Kota Banjarmasin.
“Mulai dari suhu, Ph, timbal, seng dan lainnya, e coli yang paling berpengaruh terhadap tingginya angka skor pencemaran air sungai,” katanya.
Sementara di Sungai Martapura, pada bagian hulu kandungan e coli rata-rata mencapai 3.538 MPN/100 ml, dimana normalnya (baku mutu) hanya 100 MPN/100 ml. Di bagian hilir lebih parah, dimana rata-rata kandungan e coli mencapai 137879 MPN/100 ml dari baku mutu 100 MPN/100 ml.