Berita Kabupaten Banjar
Hj Hamdanah Gunakan FB dan WA untuk Promosikan Tapai Gambut
Rasa tapai yang demikian manis dan berair membuat tapai gambut begitu dikenal. Jadi Gambut tak hanya dikenal sebagai lumbung padi dan kuliner itiknya.
BANJARMASINPOST.CO.ID - Abdul Muhsi (23) membersihkan 12 liter ketan dan berulang kali membilasnya dengan air. Setelah merendamnya selama dua jam, pemuda yang berprofesi guru olahraga itu kemudian menyerahkan ketan kepada sang ibu, Hamimah (45).
Oleh Hamidah, ketan ditaburi serbuk daun katuk dan diaduk. Tidak lama, ketan itu berubah warna menjadi hijau.
Daun katuk merupakan pewarna herbal yang dipertahankan perajin tapai ketan di Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar. Ini agar tapai menjadi terlihat segar dan harum.
Hamimah kemudian mengukus ketan hingga matang. Oleh warga Jalan Pematang Panjang Km 4
RT 2 Kelurahan Gambut ini, ketan diberikan serbuk ragi dan dikepal-kepal. Setelah disimpan dua hari, tapai ketan siap dipasarkan.
Rasa tapai yang demikian manis dan berair membuat tapai gambut begitu dikenal. Jadi Gambut tak hanya dikenal sebagai lumbung padi dan kuliner itiknya yang lezat.
Hamidah adalah satu dari ratusan warga Jalan Pematang Panjang yang selama ini menjadikan tapai ketan sebagai sumber mata pencaharian. Dia juga ketua Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) Budi Kencana yang beranggotakan 20 perajin tapai.
"Di Jalan Pematang Panjang ini ada ratusan pengolahan tapai. Apalagi, di Kilometer 5 hampir setiap rumah bikin tapai. Pemasarannya tidak hanya Gambut dan sekitarnya, tetapi sampai ke Samarinda, Kaltim," ujarnya.
Setiap hari, Hamidah mengolah tapai minimal 12 liter. "Tergantung permintaan. Bisa sampai 24 liter ketan. Seminggu sebelum Ramadan, permintaan sudah banyak. Saya pun sudah menyiapkan 50 blek ketan," ujar Hamimah memperlihatkan tumpukan karung berisi ketan.
Hamimah telah memproduksi tapai ketan selama 23 tahun. Keahlian itu didapatnya dari orangtua.
Dari usaha ini, dia dapat membantu suami menghidupi keluarga. "Alhamdulilah dari tapai ini kami bisa membesarkan dan menyekolahkan dua anak kami sampai perguruan tinggi," ujarnya.
Perajin lain, Hj Hamdanah, bahkan lebih lama lagi berusaha tapai, 30 tahun. Dia bahkan telah menurunkan keahlian kepada putrinya, Hj Ela.
Setiap harinya, Hamdanah dan Ela mengolah sekitar 10 liter ketan. Tapai dipasarkan ke Teluk Dalam serta juga dipasok ke warung itik di Gambut.
"Kami juga telah mempromosikan tapai katan kami pakai medis sosial BBM, Facebook dan juga WA," ujarnya.
Sedang Masroyah (45), tak hanya mengolah, tetapi juga menjajakannya. Hampir setiap hari, dengan caping dan pupur dingin untuk melindungi wajah dari sinar matahari, dia mulai mengayuh sepedanya melintasi Jalan Pematang Panjang. Di boncengan sepeda ontel warga RT 1
Pematang Panjang tersebut terlihat wadah berisi tapai ubi. Sedang di stang menggantung tempat tapai ketan.
Masroyah tidak sendiri. Dia beriringan dengan sang adik Tasmiyah (40). Seperti juga kakaknya, Tasmiyah membawa bungkusan tapai gumbili sebanyak 16 kilogram dan tapai ketan sebanyak dua liter.
Keduanya mengayuh dan menjajakan tapai ketan dan tapai gumbili ke Banjarmasin. Menurut Masroyah, mereka sudah selama 25 tahun mengayuh sepeda menjajakan tapai olahan sendiri ke Banjarmasin.
Mereka menjalaninya sebagai usaha satu-satunya untuk menghidupi keluarga. "Kami tidak bertani karena tidak punya sawah. Ini pang satu-satunya usaha. Suami mengolah tapai, saya menjajakannya ke Banjarmasin," katanya.
Ada suka dan duka keliling berjualan tapai. Suka tentu saja jika dagangan laris. Dukanya jika hujan dan tapai tidak habis. “Kalau hujan susah menjualnya. Kami lebih banyak berteduh menunggu hujan reda," katanya.
Tasmiyah menambahkan kalau sedang ramai tapainya habis sebelum mahrib. Tetapi, jika sedang sepi, mereka bisa baru pulang selepas isya.
Biasanya mereka membawa pulang Rp 200 ribu. "Ramadan lebih banyak bawa tapai ketannya. Uang pun biasanya lebih banyak didapat. Sampai Rp 500 ribu," ujarnya.
Lurah Gambut, Darul Qutni mengatakan, sebagian besar warganya terutama di RT 1 dan 2 Jalan Pematang Panjang menekuni kerajinan mengolah tapai. Ada 43 warga di RT 1 dan 13 warga di RT 2 yang menekuni kerajinan tersebut.
Didampingi Ketua RT 1 Mansyah dan Ketua RT 2 Bahrul Ilmi, Darul pun berharap home industri ini bisa dikembangkan baik dari sisi promosi maupun pemasaran. Bahkan daerah tersebut bisa dijadikan destinasi wisata tapai ketan.
"Mungkin bisa dibuat semacam gapura yang menjelaskan ini sentra pengolahan tapai. Kami akan kerja sama ini dengan Disperindag dan juga Dinas Pariwisata," ujarnya. (wid/tim)
Baca di Harian Banjarmasin Post Edisi Selasa (30/5/2017)