Mengenang GM Ardiansyah
Miris, Kisah Pilu Grand Master Ardiansyah Habiskan Umur di Rumah Susun Minim Perhatian Pemerintah
Kabar duka datang dari atlet catur tanah air. Salah satu Granmaster catur Indonesia, Ardiansyah berpulang
Penulis: Restudia | Editor: Ernawati
BANJARMASINPOST.CO.ID - Kabar duka datang dari atlet catur tanah air. Salah satu Granmaster catur Indonesia, Ardiansyah berpulang pada 28 Oktober 2017 lalu.
Atlet senior catur Indonesia ini menghembuskan nafas terakhirnya di kediamannya, di Klender, Jakarta Timur di usia 67 tahun.
Titelnya sebagai grandmaster catur tak terelakkan.
Ardiansyah merupakan salah satu dari empat grandmaster yang dimiliki Indonesia saat ini.
Baca: Ingat! Besok 31 Oktober Registrasi Kartu Prabayar, Begini Caranya
Baca: Busyet! Pria Ini Ngamar dan Main dengan 3 Wanita Sekaligus, Setelah Itu Ini yang Terjadi
Baca: Pihak Hotel Alexis Minta Masyarakat Berhenti Menghakimi, Ini 9 Klarifikasi No 3 Meragukan
Baca: Enteng! Ini Cara Registrasi Ulang Kartu Simpati, AS, XL, Indosat Ooredoo, Tri, SmartFren
Baca: Registrasi Ulang Kartu Bagi ABG yang Belum Punya KTP, Bisa dengan Cara Ini Loh
Gelarnya didapat pada Olimpiade Catur di Lucerne, Swiss pada 1982 lalu.
Namun siapa sangka, mendapatkan titel sebagai granmaster tak membuat kehidupan almarhum lebih baik.
Ia meninggal di rumah susun Klender blok 77, Jakarta Timur, karena kanker hati.
Rumah susun inilah yang menjadi saksi akhir hayat dari pria kelahiran Banjarmasin, 5 Desember 1951 ini.
Kisah seorang granmaster catur ini pula yang menjadi sorotan akun facebook Hidhier Goestin Moelia.
Ia menceritakan bagaimana seorang atlet tua dengan gelar granmaster tak bisa mendapatkan kesejahteraan hidup.

Begini kisah yang dituliskan akun Hidhier Goestin Moelia:
GRAND MASTER BERPULANG...
Tangga-tangga besi di blok 77 menuju lantai 4 rumah susun Klender, Jakarta Timur menjadi saksi.
Lelaki itu turun dan naik setiap kali. Makin menua makin susah ia menapaki. Nafasnya kerap tersengal. Kakinya tak kuat lagi menjejak. Bergetar tangannya mencoba menahan pegangan. Tak banyak tetangga rumah susun blok -blok lain yang tahu kiprahnya, siapa lelaki itu.
Rumah susun Klender, Kamis, 26 Oktober 2017 lalu sepi. Kami datang, ia terbaring, berkaus singlet dan sarung. Wajah tua, lelah, pucat pasi, tersenyum lemah.
Dua bulan ini kondisinya terus menurun. Tumor usus dan kanker hati menggerogoti ketahanannnya.
Tak banyak yang mengenal lelaki tua ini. Meski namanya tercantum di dunia, Grand Master Ardiansyah.
Lelaki kelahiran Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 5 Desember 1951 ini salah seorang pendekar catur yang pernah dimiliki Indonesia. Gelar Grand Master itu ia peroleh pada Olimpiade Catur di Lucerne, Swiss, 1982.
Grand Master tua ini termasuk paling aktif ikut turnamen lokal (tingkat nasional) di Indonesia, bukan sekadar untuk eksistensi profesinya saja. Pendapatannya memang hanya dari sana. Dia begitu mencintai catur, penyangga hidupnya. Cukup tak cukup.
Hari tuanya melayu, seperti kebanyakan atlet tua lainnya. Kebutuhan bertambah, pendapatan makin sulit mengejar. Lupa semua saat mereka membawa nama Indonesia, mengibar-ngibarkan bendera Merah Putih di banyak negeri orang. Harum membawa nama negara, tua belum sejahtera.
Abah, begitu Haji Ardiansyah akrab disapa, pernah mengatakan, "Saya sudah tua dan saya rasa tinggal saya sendiri grand master tua yang masih tersisa, yang lain telah tiada. Terus terang saya berharap pemerintah mau memperhatikan kami serta atlet-atlet tua cabang olahraga lainnya untuk mendapatkan sedikit kesejahteraan hidup," kata pecatur tua ini memelas.
"Kalau saya kebetulan masih bisa ikut turnamen dan dapat hadiah kalau menang, tapi itu juga tidak terlalu cukup bisa diandalkan jika tidak memiliki pekerjaan lainnya. Apalagi mantan atlet yang saat ini tidak memiliki pekerjaan, hidupnya akan lebih sulit," kata dia.
"Di Filipina, seorang GM bisa mendapatkan tunjangan hidup mencapai Rp 10 juta per bulan kalau dirupiahkan, begitu juga di Cina, pemerintahnya sangat memperhatikan nasib para mantan atlet yang telah ikut mengharumkan nama negara," kata dia, satu ketika.
Abah, Sabtu, 28 Oktober 2017 berpulang. Ia meninggalkan seluruh harapannya itu, perhatian pemerintah pada mantan atlet yang mengharumkan nama bangsa tak terwujud sampai nafas terakhirnya.
Di rumah susun Klender, ia menghabiskan masa tuanya. Di ruangan kecil itu ia pernah hidup dengan kebanggaan dan piala-pialanya, berhias medali-medali atas nama Indonesia.
Semua telah terkubur bersama harapannya. Hujan mengiringi kepergiannya. Terlunta pahlawan bangsa.
Copas kawan
Hanya sekedar berbagi sebagai urang banjar
Baca: Kisah Pilu Grand Master Ardiansyah, Semasa Hidup Lebih Banyak di Depan Papan Catur
Baca: Kisah Pilu Grand Master Ardiansyah, Ini Kalimat Motivasi GM Ardiansyah yang Bikin Norasya Semangat
Baca: Kisah Pilu Grand Master Ardiansyah, Syarif: Beliau Panutan Kami, Ini Pesan Penting GM Ardiansyah
Postingannya ini dibagikan 11 akun lainnya dan dikomentari puluhan akun yang mendoakan almarhum.
Mudjahidin Lasqi Kalsel II, "Alm adalah orang Banjarmasin lahir di Kampung Kuin masa mudanya berdiam lama di surabaya. Smg mendapat yg layak disisi Allah Swt. Aamiin Ya Rabbal A'lamiin."
Nanang M Yus, "Ikut berbelasungkawa sungkawa atas berpulangnya ya Master catur Sdr Ardiyansyah semoga me dapat tempat diadisiNya aamiin."
Sisca Cantique, "Miris ya...Mau ginana lagi..ini Negeri kita..Belum sampai kesitu mikirnya." (BANJARMASINPOST.co.id/restudia)