Pengusaha Sawit Kumpul di Bali, Ini yang Dibahas

Diikuti oleh seribuan peserta dari sejumlah negara, termasuk dari GAPKI Kalsel, gelaran Konferensi Sawit Internasional (IPOC) resmi dibuka

Penulis: R Hari Tri Widodo | Editor: Eka Dinayanti
banjarmasinpost.co.id/htw
menteri sofyan jalil pada pembukaan ipoc 2017 

BANJARMASINPOST.CO.ID, NUSA DUA - Diikuti oleh seribuan peserta dari sejumlah negara, termasuk dari GAPKI Kalsel, gelaran Konferensi Sawit Internasional (IPOC) resmi dibuka Menko Perekonomian Darmin Nasution, mewakili Presiden Joko Widodo, Kamis (2/11/2017).

Di depan peserta konferensi, Darmin mengakui masih ada pandangan buruk tentang sawit. Tapi pemerintah mendukung peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit.

“Karena kelapa sawit adalah komoditas yang paling penting dalam perekonomian Indonesia,” kata Darmin Nasution, Menko Perekonomian saat membuka 13th Indonesian Palm Oil Conference yang mengangkat tema Growth through Productivity: Partnership with Smallholders.

Bukti dukungan tersebut, menurut Darmin, pada satu dan dua tahun terakhir Presiden aktif membuka pasar kelapa sawit dengan mendatangi berbagai negara yang bukan merupakan pasar tradisional Indonesia.

Baca: Perusahaan Sawit Bakal Fokus pada Kemitraan dengan Perkebunan Rakyat

Bahkan, menurutnya, belakangan ini Indonesia sudah mulai mengekspor kelapa sawit ke negara-negara tersebut.

Terkait dengan isu produktivitas dan strategi perdagangan minyak kelapa sawit di tingkat internasional, Darmin mengingatkan kembali perihal masih rendahnya produktivitas perkebunan rakyat.

Jika produktivitas perkebunan rakyat dapat ditingkatkan, permasalahan tersebut dapat terselesaikan.

“Oleh karena itu, Presiden telah mulai menjalankan kebijakan peremajaan kelapa sawit,” katanya.

Menurutnya, replanting menjadi salah satu jawaban yang bisa ditempuh untuk mengatasi persoalan perkebunan kelapa sawit.

Terutama, dalam rangka peningkatan produktivitas dan perkembangan industri kelapa sawit di masa depan.

Model Partnership dan Pentingnya Perkebunan Skala Besar.

Pada kesempatan itu Darmin juga menunjukkan optimismenya bahwa pola kemitraan antara perkebunan besar dengan perkebunan rakyat dalam industri kelapa sawit dapat menjadi model yang dapat dicontoh komoditas lain.

Baca: Walaupun Volume Turun, Nilai Ekspor Sawit Kalsel Meningkat

“Kita harus bisa membuat kelapa sawit sebagai satu model, bahwa kerja sama antara perkebunan rakyat dan perkebunan besar ternyata sangat penting,” katanya.

Upaya membantu perkebunan rakyat, menurutnya, tidak harus dengan mengundang perkebunan besar masuk ke perkebunan rakyat.

Melainkan dapat dengan pola kemitraan.

Ia mengakui bahwa Indonesia menghasilkan banyak produk perkebunan. Selain sawit, karet, coklat, kelapa, rempah-rempah.

Tetapi, menurutnya, ada satu yang menarik bila dibandingkan antara kelapa sawit dengan perkebunan-perkebunan yang lain.

Yaitu, bahwa perkebunan kelapa sawit punya mekanisme yang sudah mulai berjalan untuk menghasilkan bibit baik dan kerja sama (partnership) antara perusahaan besar dan perkebunan rakyat.

Yang paling penting, menurutnya, karena pada dasarnya perkebunan kelapa sawit memang cukup berarti.

Jika tidak ada perkebunan besar, partnership tersebut tidak bisa. Mengingat perlunya kesediaan bibit yang bagus, pengelolaan perkebunan yang baik, dan sebagainya.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian menyampaikan bahwa pemerintah terus berupaya agar hambatan-hambatan dalam industri kelapa sawit dapat teratasi.

Termasuk dengan membantuk dan memperkuat asosiasi produsen CPO, dalam rangka peningkatan produktivitas

Adapun tiga harapan industri kelapa sawit, pertama menaruh harapan besar agar pemerintah Indonesia lebih banyak berperan dalam pengembangan dan kemajuan komoditas kelapa sawit.

Di samping potensi dan produktivitasnya yang jauh melebihi minyak nabati lainnya, perkebunan kelapa sawit terbukti memberi peran dan sumbangsih besar bagi masyarakat dan perekonomian Indonesia.

Berdasarkan data dan perhitungan GAPKI, Jika untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati dipenuhi oleh rapeseed dibutuhkan tambahan lahan 50,5 juta hektare.

Jika dipenuhi oleh bunga matahari membutuhkan tambahan lahan 70,4 juta hektar, soyabean butuh 96 juta hektar.

Tapi kalau dengan sawit hanya perlu 12,6 juta hektar. Bahkan kalau produktivitas sawit bisa meningkat rata2 8 juta ton CPO per hektare per tahun, hanya perlu penambahan lahan 6 juta hektare.

Industri kelapa sawit, menurut Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), menyampaikan tiga harapan yang dapat dilakukan pemerintah.

Pertama, agar pemerintah mempertahankan Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar.

Misalnya dengan menemukan (ekspansi) pasar baru.

Kedua, menyangkut daya saing, perlu meningkatkan dan memperbaiki iklim investasi melalui kebijakan dan peraturan.

Ketiga, pemerintah perlu semakin memperkuat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), sehingga membuka jalan agar sawit makin diterima secara global.

Dalam laporannya, Mona Surya selaku Ketua Panitia IPOC 2017 menyampaikan bahwa konferensi kali ini diharapkan menemukan ulasan atas isu-isu penting dalam industri kelapa sawit.

Konferensi dihadiri oleh peserta yang berasal dari 26 negara ini juga merupakan kesempatan untuk mengembangkan jejaring.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved