Kisah Nabi Khidir Tak Minta Imbalan Bangunkan Rumah Anak Yatim, Ternyata Ada Rahasianya

Inilah Kisah Nabi Khidir yang Tidak Meminta Imbalan Bangunkan Rumah Anak Yatim, Ternyata Ada Rahasianya

Penulis: Royan Naimi | Editor: Royan Naimi
Arrazi Ibrahim
Ilustrasi 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Warganet ramai membicarakan tetang sosok pria mengenakan jubah warna hijau, sedang salat di hadapan Ka'bah.

Jubah pria itu berwarna hijau, dijahit dengqn tangan.

Pria itu tampak takzim menghadap kiblat, sementara beberapa pria Arab yang lewat menyapanya dengan hormat.

Viral di Facebook, warganet banyak yang berkomentar, diantaranya menduga sebagai Nabi Khidir.

Alasannya karena warna jubahnya hijau, warna kesukaan Nabi Khidir Alaihissalam (AS).

Wallahualam bissawab, tapi tahukah Anda siapa Nabi Khidir AS?

Baca: Sosok Misterius Berjubah Hijau Depan Kabah Ini Jadi Viral, Ada yang Menyebutkan sebagai Nabi Khidir

Baca: Pilot Lion Air Ditangkap Polisi di Kamar Hotel, Diduga Isap Sabu

Baca: Jadwal Siaran Langsung Liga Champion Malam Ini : Manchester United Tanpa de Gea?

Baca: Busyet, Pria Ini Pamer Struk ATM Rp 1 Miliar, Tapi Endingnya Malah Bikin Ngakak Melintir

Baca: Jadwal Liga Champion Malam Ini : Partai Santai MU sampai Hidup Mati Atletico Madrid

Sosok berjubah hijau viral di media sosial.
Sosok berjubah hijau viral di media sosial. ()

Nabi Khidir AS adalah nabi yang hidup pada masa rasul Allah Nabi Musa AS.

Nabi Khidir masih hidup hingga nanti kiamat tiba.

Dikutip dari situs nu.or.id edisi 14 April 2017, dari tulisan Yazzid Muttaqin, disebutkan kisah tentang Nabi Musa ‘alaihissalam yang berkeinginan untuk belajar kepada Nabi Khidir ‘alaihissalamm.

Dikisahkan, dalam sebuah perjalanan Nabi Musa sampai tiga kali mempertanyakan perbuatan Nabi Khidir yang dinilainya melanggar syariat Allah.

Pada akhir perjalanannya, Nabi Khidir menjelaskan perihal perbuatannya tersebut.

Salah satu perbuatan yang dipertanyakan tersebut adalah mana kala Nabi Khidir membangun sebuah rumah yang hampir roboh di sebuah desa.

Nabi Musa mengusulkan kepada Nabi Khidir untuk meminta upah kepada penduduk desa atas kesediaannya menegakkan kembali dinding rumah yang hampir roboh itu.

Padahal sebelumnya ketika kedua nabi itu memasuki desa tersebut dan meminta makanan kepada penduduknya mereka menolak memberi makanan tersebut.

Dalam hal ini Nabi Khidir menjelaskan sebagaimana direkam oleh Alquran dalam Surat al-Kahfi ayat 82:

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا

“Adapun tembok rumah yang hampir roboh itu adalah milik dua anak yatim di desa itu di mana di bawahnya terdapat simpanan harta bagi keduanya. Orang tua kedua anak itu adalah orang yang saleh. Maka Tuhanmu berkehendak keduanya mencapai dewasa dan akan mengeluarkan harta simpananya.”

Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Al-Qur’anul ‘Adhim menjelaskan kedua anak yatim itu dijaga sebab kesalehan orang tuanya dan tidak disebutkan kesalehan kedua anak itu.

Antara kedua anak yatim dan orang tua yang saleh itu ada selisih tujuh generasi leluhur. Jadi yang dimaksud “orang tua yang saleh” pada ayat tersebut adalah kakek pada generasi urutan ketujuh dari anak yatim tersebut, bukan orang tua yang melahirkan keduanya.

Ayat tersebut juga menunjukkan bahwa seorang yang saleh akan dijaga keturunannya dan keberkahan ibadahnya akan meliputi mereka di dunia dan akhirat.

Dengan syafaatnya di akherat kelak keturunannya akan diangkat derajatnya di surga hingga derajat tertinggi sehingga bisa menjadi kebanggaan bagi orang yang saleh tersebut.

Dalam hal ini Tajudin Naufal dalam Hadiqatul Auliya’-nya mengatakan, bila ketakwaan kakek yang ketujuh saja dapat memberikan kemanfaatan bagi keturunannya yang ke tujuh, lalu bagaimana pendapat kita dengan ketakwaan orang tua kandung?

Tak dapat disangkal, pohon yang baik pasti berbuah baik. Orang yang memakannya tak akan berhenti dan tetap kekal kebaikannya dengan ijin Allah Ta’ala.

Dari inilah banyak para ulama yang menganjurkan kepada para orang tua untuk terus giat dan istiqamah dalam beribadah.

Karena keberkahan ibadah itu tidak hanya akan dinikmati oleh diri sendiri tapi juga oleh anak-anak keturunannya baik di dunia maupun di akherat kelak. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved