Kontroversi Yerusalem
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj: Buang Saja Buku Pelajaran SD yang Tulis Yerusalem Ibu Kota Israel
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj: Buang Saja Buku Pelajaran SD yang Tulis Yerusalem Ibu Kota Israel
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Saat hangat-hangatnya kontroversi Yerusalem akibat rencana Presiden Amerika Serikat mengakuinya sebagai Ibu kota Israel lalu memindah kedutaan besarnya, di Indonesia ada buku pelajaran sekolah yang memuat Yerusalem bukan ibu kota Palestina.
Ya, buku pelajaran IPS untuk SD/MI kelas VI yang mencantumkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan menuai polemik.
Terbaru, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj, meminta pemerintah agar menarik peredaran buku pelajaran IPS untuk SD/MI kelas VI yang mencantumkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
"Dibredel bukunya. Harus dibuang. Bukan salah cetak itu," tutur Said, kepada wartawan, Jumat (15/12/2017).
Baca: Nah Lho! OKI Deklarasikan Yerusalem Timur Jadi Ibu Kota Palestina, Giliran Israel Kebakaran Jenggot
Baca: Begini Sikap Tegas Dinas Pendidikan soal Buku SD yang Salah Menyebut Yerusalem Ibu Kota Israel
Baca: KPAI Panggil Penerbit Buku IPS Kelas 6 SD yang Tulis Yerusalem Jadi Ibu Kota Israel
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima laporan dari masyarakat berupa kiriman foto buku IPS yang diterbitkan Yudistira.
Beberapa waktu kemudian, KPAI kembali menerima laporan yang sama tetapi berbeda penerbit, kali ini penerbit Intan Pariwara.
Para pelapor mengirim foto berupa sampul; halaman awal yang menyebutkan tahun terbit, penerbit, diperbanyak/dicetak, nama penulis; serta halaman materi negara-negara Asia.
Kedua buku, yang diperbanyak oleh Yudistira maupun Intan Pariwara sudah diterbitkan antara 2009 atau 2010.
Berdasarkan temuan KPAI, kedua buku itu ditulis oleh penulis yang sama, yaitu Irawan Sadad Sadiman dan Shandy Amalia. Pada sampul kedua buku tersebut tertulis Buku IPS kelas VI Sekolah Dasar (SD) /Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan logo tertulis “sesuai standar isi 2006” dan logo “buku bse”.
Program buku Sekolah Elektronik atau yang lebih dikenal dengan sebutan “buku bse” adalah program yang diluncurkan pada era pemerintah Presiden SBY dengan Mendiknas Muhamad Nuh.
Dalam program bse kala itu, Kemendiknas melalui Pusat Perbukuan membeli naskah-naskah buku dari para penulis, kemudian diunggah di laman website Kemendiknas dan para penerbit diberikan izin memperbanyak secara gratis.
Buku ini terbit sesuai dengan kurikulum 2006 yang dikenal dengan sebutan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan), artinya buku ini bukan kurikulum 2013, tapi masih dipergunakan hingga saat ini.
Buku yang dicetak para penerbit tersebut kemudian dibeli oleh sekolah atau orangtua peserta didik dan digunakan dalam pembelajaran. Ada indikasi, meski sudah berganti kurikulum 2013, namun ternyata masih banyak sekolah yang menggunakan Kurikulum 2006 “KTSP”.
Baca: Live Streaming Kompas TV Dubai Super Series Hari Ini, Perjuangan Hidup Mati Marcus/Kevin 16.00 WIB
Baca: Jadwal Siaran Langsung Dubai Super Series 2017 Hari Ketiga di Kompas TV, Ini Lawan 3 Wakil Indonesia
Baca: Nella Kharisma Tundukkan Raisa di Google, Penyanyi Dangdut ini Artis Paling Banyak Dicari Netizen
Baca: Hasil Dubai Super Series 2017 - Runner Up Grup A, Marcus/Kevin Melaju ke Semifinal
Baca: Inilah Sosok Riana Aslinya : Ungkap Rahasia Magicnya dan Awal Terjun ke Dunia Magician
Berdasarkan penelusuran, buku-buku itu diterbitkan oleh negara.
KPAI menyimpulkan buku-buku diterbitkan secara resmi oleh negara dalam hal ini oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional pada 2009.
Menurut dia, para penerbit buku, seperti Yudistira, Intan Pariwara, dan lain-lain, mencetak dan memperbanyak buku, lalu dijual.
Tujuan pembelian hak cipta nakah buku oleh pemerintah untuk menekan harga buku pelajaran agar murah.
Namun, dia menyayangkan, proses seleksi dan penilaian buku diduga memiliki kelemahan di penelaahan isi dan editan.
Untuk mengatasi hal itu dalam waktu dekat, KPAI akan bertemu pihak Kemendikbud. (*)
