Jejak Karya Datuk Kelampayan
Nikmati Sejarah Baru Ziarah ke Datuk Kelampayan, Mercusuar Islam Nusantara
asanya seperti baru kemarin, awal Juli 2017, pelaksanaan Haul ke 211 Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau juga disebut Datu Kelampayan.
Penulis: Nia Kurniawan | Editor: Ernawati
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARBARU - Rasanya seperti baru kemarin, awal Juli 2017, pelaksanaan Haul ke 211 Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau juga disebut Datu Kelampayan.
Tiap tahun ribuan jemaah merapat ke Masjid Jami Tuhfaturroghibin. Bahana lantunan salawat di Desa Dalam Pagar Ulu, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Kalimantan selatan.
Baca: Live Streaming Piala Presiden Kalteng Putra Vs Barito Putera, Derby Kalimantan Pembuka Laga Grup B
Tahun ini, berarti tinggal hitungan bulan menuju Haul ke 212 Datu Kelampayan. Suasana yang begitu dirindukan.
Rasa rindu terhadapnya menggiring masyarakat berkunjung ke Museum Lambung Mangkurat di Jalan Ahmad Yani 36, Banjarbaru.
SekAdar melihat karya Datuk dari balik kaca dan menyimak sejarah riwayat singkat Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.
Baca: Pedangdut Cantik Ini Akui Gunakan Mistis Dayak untuk Tetap Eksis, Pakai Susuk Hingga Mandi Bungas
Baca: Ngeri! Bocah Ini Jadi Pembunuh Berantai Termuda, Disebut Jelmaan Setan, Permintaannya Bikin Kaget!
Baca: Terungkap dari Ekspose KPK, Aliran Dana Gratifikasi Bupati Rita Widyasari Ternyata Dibelikan Ini
Di Museum pengunjung tampak asyik menyimak, ada juga yang berfoto.
"Kenali sejarah perjuangan bahari, kalau kada kita yang muda mengetahui, ya siapa lagi. Usai simak sejarah baru ziarah ke makam," ucap Syarkawi, warga Tabalong.
BPost Online pun tertuntun menggali sejarah sisi lain Datu dari beragam referensi.
Didapat pengakuan terhadap jasa dan peranan Syekh Muhammad Arsyad, Wan Mohd. Shagir Abdullah menjulukinya Matahari Islam Nusantara. K.H. Saefuddin Zuhri (mantan Menteri Agama RI periode 1962-1967) menyebutnya sebagai Mercusuar Islam Kalimantan.
Sedangkan Azyumardi Azra memposisikan Al-Banjari sebagai salah seorang ulama Indonesia-Melayu yang paling penting di Nusantara pada abad ke-18.
Bahkan, oleh Gubernur Hindia Belanda di Batavia (Jakarta), Al-Banjari dijuluki Tuan Haji Besar. (BANJARMASINPOST.co.id/nia kurniawan)
