Berita Banjarmasin
Lewat Gerakan Tangan dan Bibir, Wanita Ini Membangun Kedekatannya dengan Para Difabel Tuli
PESERTA rapat konsultasi publik rancangan awal Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Pemko Banjarmasin, Kamis (15/2) lalu
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - PESERTA rapat konsultasi publik rancangan awal Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Pemko Banjarmasin, Kamis (15/2) lalu, di ruang Kayuh Baimbai, tertuju kepada Shintia Subhan, interpreter atau penerjemah bahasa isyarat.
Shintia, yang saat ini tercatat sebagai pengajar sekolah inklusi SDN Banua Anyar 8, begitu piawai menerjemahkan materi para nara sumber dalam rapat tersebut ke dalam bahasa isyarat bagi peserta dari difable tuli.
Sejumlah peserta rapat dari kaum difable tuli pun tampak manggut- manggut melihat gerakan mulut dan tangan dari Shintia.
Shintia menceritakan bagaimana dirinya sampai mempunyai kemampuan sebagai penerjemah bahasa isyarat untuk kaum difable tuli tersebut.
Baca: Bikin Ngakak! Kehebohan Terjadi di Olimpiade Musim Dingin 2018, Kim Jong-Un Kw Tiba-tiba Muncul
“Saya mempunyai latar belakang pendidikan sekolah luar biasa. Tapi saya tak mengambil bidang spesialisasi tuna rungu atau tuli," katanya, kemarin.
Saat ketemu dengan teman-teman difable tuli itu, kata Shintia, ternyata kondisi jauh berbeda, terutama soal aplikasi bagaimana menerjemahkan bahasa isyarat.
“Saya merasa materi di bangku kuliah kurang, maka saya harus banyak mendapat masukan dari teman-teman difable tuli,” ujarnya.
Dibantu anggota Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gertatin), akhir Shintia lebih intens belajar bahasa Isyarat Indonesia (bisindo), bahasa ibu dari dari teman-teman difable tuli.
"Di Banjarmasin, penerjemah bahasa isyarat masih kurang,” ujarnya.
Menurut dia, kurangnya tenaga penerjemah bahasa isyarat ini seharusnya menjadi lecutan bagi para guru anak berkebutuhan khusus mau belajar bahasa isyarat.
Baca: Astaga! Tiba-tiba Saja Tamu Kesurupan, Ternyata Lakukan Perbuatan Tak Sopan Ini
Dengan belajar menerjemahkan bahasa isyarat, guru akan menjadi bagian dan bisa memahami apa yang mau disampaikan anak berkebutuhan khusus, terutama difable tuli.
"Ini saya terapkan di tempat saya mengajar di sekolah inklusi SDN Banua Anyar 8. Saya berusaha berkomunikasi lebih mudah dengan anak difable tuli dengan bahasa isyarat," ujarnya.
Di sekolah inklusi SDN Banua Anyar 8, kata Shintia, ada tiga anak yang mempunyai gangguan pendengaran atau tuli.
Tiga anak ini terdistribusi di kelas yang berbeda.
“Pembelajaran di sekolah inklusi ini akan efektif jika ada pengantar dengan bahasa isyarat yang mampu dipahami oleh anak tuli.
Saat ini di sejumlah sekolah inklusi mempunyai keterbatasan guru yang menguasai kemampuan menerjemahkan bahasa isyarat," ujarnya.
Shintia mengatakan, kemampuan menerjemahkan bahasa isyarat atau transletter ini akan dia tularkan ke guru-guru anak berkebutuhan khusus lainnya.
“Di Banjarmasin dan Kalsel, masih susah menemukan guru yang mempunyai kemampuan menerjemahkan bahasa isyarat,” ujarnya.
Baca: Wih! Ini 5 Potret Seksi Istri Demerson Bruno Costa, Bakal Bikin Tak Berkedip
Shintia bersyukur Pemko Banjarmasin punya komitmen kotanya itu ramah terhadap anak-anak berkebutuhan khusus.
Seperti rapat konsultasi publik RKPD, Pemko melibatkan rekan-rekan berkebutuhan khusus dengan berbagai kategori, baik difable tuli, cacat tubuh, hingga tuna netra.
Dalam UU perlindungan kaum disabilitas No 8 tahun 2016, sambung dia, juga ditekankan penggunaan kata tuli.
“Bagi kaum tuli, sebutan tuna rungu itu kasar. Kata tuli dianggap lebih manusiawi. Sebutan difable tuli itu lebih ramah, sedangkan sebutan tuna rungu sangat menyakitkan," ujarnya.
