Limbah Pewarna Sasirangan
Berkilah Tak Ada Pembinaan, Pengrajin Sasirangan Buang Limbah Pewarna ke Sungai, ini Bahayanya
Para pengrajin umumnya, membuang limbah sisa pewarna secara sembarangan.
BANJARMASINPOST.CO.ID, SASIRANGAN - Kain tradisional khas Kalsel, sasirangan, sudah menjadi produk yang menasional.
Pengrajin kain sasirangan pun tumbuh subur di daerah ini, khususnya di Kota Banjarmasin.
Sayangnya, selama ini pengolahan kain sasirangan oleh sejumlah pengrajin, masih belum ramah lingkungan.
Dari penelusuran Bpost, belum ada pengelolaan limbah bekas pengolahan kain sasirangan.
Para pengrajin umumnya, membuang limbah sisa pewarna secara sembarangan.
Baca: Digosipkan Menikah dengan Rossa, Afgan Beri Klarifikasi: Senanglah Didoain Cepat Merried
Baca: Pendaki Ini Kaget Tiba-tiba Pohon Tumbang Lalu Ada Teror Suara Ribut Seperti Pasar
Baca: Gimana Ya Rasanya Naik Pesawat 90 Detik? di Skotlandia Ada Penerbangan Tersingkat di Dunia
Baca: Jadwal Tes SKD Usai Seleksi Administrasi CPNS 2018 Sscn.bkn.go.id Bisa Download PDF
Bahkan, tidak sedikit yang membuang cairan kimia berbahaya ke kolong-kolong rumah atau sungai sekitar lokasi pengolahan.
Sejumlah pengrajin (pekerja, Red) pada industri rumahan sasirangan mengaku terpaksa membuang sisa limbah bekas cairan perwarna secara sembarangan karena memang tidak disediakan tempat khusus untuk limbah tersebut.
“Terpaksa dibuang ke kolong rumah, karena lebih mudah,” tutur Hakim, salah satu pengrajin kain sasirangan di Sungai Jingah, Banjarmasin Utara, kepada BPost, Minggu (21/10).
Dia juga tak memungkiri umumnya para pekerja pada industri rumahan sasirangan membuang limbah bekas cairan pewarna ke saluran-saluran (parit, Red) di sekitar rumah.
" Tidak ada (tempat khusus). Jadi, ya, masing-masing dimana bekerja di situ membuangnya (limbah pewarna). Bisa di kolong rumah atau sungai," beber Hakim.
Dia mengaku selama ini tidak pernah mendapatkan pembinaan dan pengetahuan tentang pengelolaan limbah pewarna sasirangan.
Selama bekerja sebagai pengrajin yang sudah setahun dijalani, dia mengaku tidak tahu kalau ada aturan tentang tentang limbah tersebut.
"Selama bekerja, saya belum pernah tahu kalau ada aturan tentang limbah tersebut,” ucap Hakim yang mengaku setiap hari mendapat Rp 80 ribu dari pekerjaannya sebagai pengrajin sasirangan.
Tidak hanya Hakim. Tati, pengrajin sekaligus pengusaha kain sasirangan di Sungai Jingah, juga mengungkapkan hal yang sama.
Dia mengaku belum pernah mendapatkan pembinaan dari pemerintah tentang pengelolaan limbah sisa pewarna sasirangan.
Tidak heran kalau dia pun membuang sisa limbah cairan perwarna ke kolong rumah.
"Kami bisa mengolah kain sasirangan di rumah, jadi sisa limbah cairan perwarna dibuang ke kolong rumah. Bisa saja, akibat cairan itu ikan ikut mati,” wanita itu berseloroh dalam bahasa Banjar yang kental.