Menengok Tragedi 40 Tahun Lalu
40 Tahun Lalu Banjir Air Mata di Makam Syuhada Haji Banjarbaru, Ini Fakta yang Terjadi
Makam Syuhada haji adalah pemakaman bagi jamaah haji yang meninggal karena jatuhnya pesawat yang mengangkut jamaah haji Kalsel
Penulis: Salmah | Editor: Didik Triomarsidi
Jamaah haji yang meninggal dibawa ke Kalsel dan dimakamkan di Landasan Ulin, Banjarbaru yang dinamakan Makam Syuhada Haji. Dibangun monumen di dalam makam yang bertulis nama-nama korban.
Pemakaman pada Sabtu, 16 November itu diiringi derai air mata keluarga korban. Apalagi jamaah meninggal itu ada yang terdiri suami istri, anak, menantu, sepupu, kerabat.
Di makam itu ada 4 jalur nisan tanpa nama. Jalur satu terdiri 44 jenazah, jalur dua 42 jenazah, jalur tiga 40 jenazah, jalur empat 31 jenazah.
Total 157 jenazah dimakamkan. Sementara 18 jenazah sudah tak terdeteksi lagi karena hancur bersamaan puing pesawat.
Bagi KH Tabrani dan istri, peristiwa itu menjadi pengalaman berharga seumur hidup. Bagaimana pengalaman pasangan suami istri tersebut dan korban selamat lainnya berjuang keluar dari pesawat? Simak kisahnya dalam tulisan berikutnya.
Pesawat carteran Garuda Indonesia yaitu DC-8 63 CF kode LL001 TF FLA milik maskapai Loftleider Icelandic, Islandia, membawa jamaah calon haji Kalsel berangkat dari Embarkasi Surabaya ke Jeddah, Arab Saudi.
Pesawat itupula yang membawa pulang jemaah haji ke tanah air, namun takdir mengharuskan pesawat tertimpa musibah yang menewaskan 175 penumpang dari total 264 penumpang.
Banyak jamaah di penerbangan itu yang merupakan kalangan pejabat pemerintahan di Kalsel dan Banjarmasin, anggota dewan, selain itu akademisi, pedagang dan lainnya.
Dipaparkan KH Drs Tabrani Basri, saat kejadian itu ia berusia 40 tahun dan istrinya, Hj Rasidah berusia 38 tahun. Mereka termasuk rombongan haji dari Universitas Lambung Mangkurat.
"Saat itu kami 9 orang dari Unlam. Pembantu Rektor III bersama istri, Dekan Fakultas Hukum bersama istri, Dekan Fakultas Sospol juga bersama istri, saya dari Fakultas Ekonomi bersama istri dan seorang bendahara Unlam," ungkapnya.
Tukas Hj Rasidah, sebelumnya tak ada firasat jelek saat di tanah suci. Hanya saja, saat baru tiba di Madinah, ia sempat bermimpi pulang ke tanah air mengenakan pakaian ihram tanpa membawa barang apa-apa.
"Sepulang dari masjid di Madinah, kami duduk-duduk bersama rekan sekamar, ketika itu saya ceritakan mimpi saya dan mengundang tawa semua di situ," seloroh ibu lima anak ini.
Ujar salah seorang jamaah, H Asnawi, Pensiunan Kakanwil Diknas Kalsel, yang kemudian turut meninggal dalam peristiwa tragis itu, jika pulang berpakaian ihram dan dipeluk para cucu, maka busana bisa terlepas. Bagaimana jadinya dilihat orang.
Ketika bersiap pulang ke Tanah Air, Hj Rasidah juga melihat pesawat yang akan dinaiki itu seperti sudah tua, butut.
"Pesawatnya warna hijau daun, tapi saya lihat kok jelek, usang. Padahal itu pesawat yang sama kami tumpangi saat berangkat haji," tukasnya.