Berita Banjarbaru
Revolusi Hijau Pemprov Kalsel Jadi Contoh di Provinsi Lain Dalam Menanggulangi Bencana
Dijelaskan Hanif, Gerakan Revolusi Hijau merupakan gerakan moral terencana, terpadu, dan melibatkan seluruh komponen masyarakat dan instansi terkait
Penulis: Nurholis Huda | Editor: Elpianur Achmad
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARBARU - Gerakan Revolusi Hijau di Kalsel rupanya menjadi contoh dari Provinsi Lain. Tak ayal jika kemudian Pemprov Kalsel dari Dishutnya diminta Menteri Lingkungan Hidup (LHK) Siti Nurbaya menjadi pembicara dihadapan Provinsi lainnya se Indonesia.
Kadishut Kalsel, DR. Hanif Faisol Nurofiq, S.Hut, MP membenarkan Kalsel diminta sebagai Narasumber dalam Rapat Konsultasi RHL dan penanggulangan Banjir Tanah Longsor di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2019.
"Kalsel melalui gerakan Revolusi Hijau oleh Gubeenur Paman Birin, sebagai terobosan untuk menghijaukan dan mengurangi lahan kritis di Kalimantan Selatan. Itu dinilai positif," kata Hanif.
Dijelaskan Hanif, Gerakan Revolusi Hijau merupakan gerakan moral terencana, terpadu, dan melibatkan seluruh komponen masyarakat dan instansi terkait untuk melaksanakan RHL di DAS dan lahan kiritis yang menjadi prioritas.
Baca: Resmi! KPK Tetapkan Bupati Kotim Supian Hadi Sebagai Tersangka, Ini Penjelasan Laode M Syarif
Baca: Jelang Haul ke-14 Guru Sekumpul, Ratusan Kran Air Akan Disiapkan Suplai Air dari PDAM
Menurutnya, eevolusi Hijau ini bertujuan untuk memulihkan kondisi sumberdaya hutan dan lahan yang rusak, sehingga berfungsi optimal dan lestari. Program Revolusi Hijau di Kalimantan Selatan dituangkan dalam Perda Prov Kalsel No.7 tahun 2018 tentang Revolusi Hijau yang ditujukan pada DAS yang kondisinya kritis, yang mencakup kawasan hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi, dan areal penggunaan lain (APL) serta dilahan masyarakat.
Kadishut juga menyampaikan paparan tentang masalah yang penting berkaitan dengan hutan dan rehabilitasi lahan adalah yang salah satunya banjir, jika di suatu DAS yang banyak dilakukan konversi hutan menjadi non-hutan seperti daerah Puncak atau Lembah, sehingga meningkatkan resiko terjadinya banjir menjadi besar bahkan banjir bandang. Resiko terjadinya banjir dapat dipertinggi oleh faktor topografi dan curah hujan yang tinggi, ditambah dengan topografi daerah pegunungan pendek dan terjal serta rendahnya penutupan lahan merupakan kombinasi faktor penting terjadinya banjir bandang.
Namun adanya hutan yang lebat di suatu wilayah tertentu bukan jaminan tidak dapat terjadi banjir, hutan mengurangi resiko terjadinya banjir serta meningkatkan resapan air tanah. Sebaliknya di daerah yang gundul dan permukaan tanahnya padat resiko terjadinya banjir sangat besar.
Selain faktor geologi dan curah hujan, hutan mempunyai peranan dalam terjadinya tanah longsor.
Pengaruh hutan tersebut dilakukan oleh akar-akar pohon, besarnya pengaruh tebang habis dan konstruksi jalan terhadap tanah longsor. Pada tanah yang tidak stabil penebangan hutan manaikkan hampir lima kali kejadian longsor dan hampir tiga kali volume tanah yang longsor. Pada tanah yang stabil pengaruh tersebut tidak terlalu nampak.
Baca: Kalsel Dapat Dana Desa Rp 1,506 Triliun, Penyerapan Belum 100 Persen Akibat Tersandung Kasus Hukum
Baca: Hasil Akhir PSM Makassar vs Kalteng Putra: Eero Markkanen Bawa Keunggulan PSM, Skor 1-0
"Kerana itu Sehingga hutan sangatlah penting untuk pengendaliaan tanah longsor khususnya didaerah yang tidak stabil," kata Hanif Faisol Nurofiq.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc menggandeng Dinas Kehutanan Prov. Kalsel untuk bertukar informasi serta pengalaman untuk provinsi lain yang akhir-akhir ini dilanda bencana seperti banjir dan tanah longsor.
Siti Nubaya mengharapkan dengan keberhasilan yang dicapai Dinas Kehutanan Provinsi di Kalsel, dapat di adopsi dan menjadi contoh bagi Provinsi lain dalam upaya meminimalisir terjadinya bencana yang diakibatkan kerusakan hutan dan lahan. (banjarmasinpost.co.id/lis).
