Layanan BPJS Kesehatan

Dua Obat Kanker Usus Dihilangkan dari Layanan BPJS Kesehatan, Begini Maksudnya

Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kembali ‘mengurangi’ pelayanannya.

Editor: Eka Dinayanti
BPost Cetak
BPost edisi Rabu (27/2/2019) 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kembali ‘mengurangi’ pelayanannya.

Kali ini kepada pasien kanker usus.

Mulai 1 Maret 2019, dua obat kanker akan dihilangkan dari layanan BPJS Kesehatan.

Dua obat tersebut adalah bevasizumab untuk menghambat pertumbuhan sel kanker dan cetuximamb yang biasa digunakan untuk menangani kanker usus besar (kolorektal).

Kepala BPJS Kesehatan Banjarmasin, Fakhriza, saat dikonfirmasi Selasa (26/2), mengatakan pihaknya akan mengikuti ketentuan yang ditetapkan pemerintah tersebut.

Baca: Ahmad Dhani Akan Bebas 3 Hari Lagi, Pengacara Suami Mulan Jameela Sebut Alasan dan Syaratnya

Baca: 4 Mahar Termewah Pernikahan Artis Indonesia, Berlian 2 Karat Hingga Mobil Rp 1 Miliar, Syahrini?

Baca: Dandanan Maia Estianty Saat di Jepang, Hadiri Akad Nikah Syahrini dan Eks Luna Maya, Reino Barack?

Baca: Bukan Naomi Zaskia? Sosok Calon Istri Sule Diungkap Hotman Paris, Rizky Febian Bikin Pengakuan

Baca: Harta Gono-gini Ahok dan Veronica Tan Usai Bercerai Diungkap, BTP Jelaskan Pernikahan dengan Puput

“Bagi pasien BPJS Kesehatan, walaupun suatu obat tidak termasuk dalam fornas (formularium nasional), tapi karena dibutuhkan obat tersebut wajib tetap diberikan oleh rumah sakit. Apalagi obat tersebut sangat dibutuhkan, jika tidak diberikan bisa mengancam keselamatan jiwa pasien,” ujarnya.

Hal tersebut, menurut Fakhriza, sudah menjadi tanggungjawab dan kewajiban rumah sakit, karena sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014.

“Pasien kanker usus tidak perlu khawatir jika obat yang dibutuhkannya tidak termasuk dalam Fornas. Rumah sakit wajib memberikan obat yang diperlukan terlepas ada dalam Fornas atau tidak, dan pasien tetap tidak boleh dikenakan biaya," ujarnya.

Fakhriza mengaku hingga saat ini pihaknya belum memastikan data spesifik terkait volume penggunaan obat bevasizumab dan cetuximamb tersebut di rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan Banjarmasin.

"Apakah itu banyak atau tidak, kami harus olah data masuk dulu. Kami tidak bisa menyajikan data saat ini, karena harus cek detil melihat master file dan melihat diagnosa di banyak rumah sakit," ujarnya.

Fornas, kata Fakhriza, menjadi acuan dalam Program JKN yang diselenggarakan BPJS agar rumah sakit dapat membeli obat yang termasuk dalam fornas tidak dengan harga reguler.

“Penentuan obat-obat yang masuk atau keluar Fornas bukan merupakan kewenangan BPJS Kesehatan, melainkan para ahli yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan. Kami sebagai penyelenggara sifatnya mengikuti, karena itu merupakan regulasi yang harus dipatuhi," ujarnya.

Fakhriza mengimbau masyarakat untuk cermat menilai kebijakan pemerintah terkait perubahan Fornas tersebut.

“Dikeluarkannya obat dari Fornas bukan melulu disebabkan karena harga obat tersebut mahal atau karena BPJS Kesehatan alami defisit, namun bisa saja obat dikeluarkan memang karena dinilai sudah tidak lagi efektif dan efisien diberikan kepada pasien,” ujarnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved