Opini

Refleksi Hardiknas 2019, Menguatkan Pendidikan dan Memajukan Kebudayaan

Terjadi semacam anomali dalam dunia pendidikan dan kebudayaan kita. Hal tersebut nampak dari belum tercapainya salah satu cita-cita luhur kemerdekaan

Editor: Hari Widodo
Diskominfo Tabalong
Peringatan Hardiknas 2018 di Tanjung Tabalong di Halaman Pendopo Bersinar Tanjugn Tabalong, Rabu (2/5/2018). 

Bisa jadi, belum kuatnya pendidikan nasional kita, sebagai akibat dari terfragmentasinya tripusat pendidikan. Ranah keluarga, yang notabene sebagai pendidikan pertama dan utama bagi anak, justru melempar tanggung jawabnya pendidikan anaknya ke pihak sekolah. Padahal, harus dipahami bahwa adanya pendidikan di jenjang sekolah, berfungsi untuk mengcover keterbatasan pihak keluarga, orang tua dalam mendidik anak, terutama dalam segi pengetahuan, serta mempertebal karakter positif anak yang lebih dahulu pondasinya ditanamkan di ranah keluarga.

Kemudian, masyarakat sebagai lingkungan ketiga pendidikan setelah keluarga dan sekolah, diharapkan berkontribusi cantik terutamanya mengajarkan anak bagaimana bersosialisasi secara sehat dan tidak menyimpang. Ketika tripusat pendidikan saling bersinergi, seirama, didukung oleh kebijakan pemerintah yang jelas roadmapnya, tidak sekadar gonta-ganti kurikulum, tetapi menyempurnakan yang sudah ada, maka harapan akan menguatnya pendidikan nasional bisa terwujud.

Ketiga, pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik (siswa) yang berlangsung sepanjang hayat. Manakala kegiatan belajar-mengajar, yang lebih memprioritaskan keaktifan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya melalui kegiatan menemukan, mengalisis, yang disisipi dengan muatan budaya daerah, kearifan lokal (local wisdom) daerah masing-masing, menjadi solusi untuk mewujudkan harapan memajukan kebudayaan kita.

Problematika lunturnya nilai-nilai dan norma masyarakat sebagai dampak cepatnya perkembangan teknologi informasi, menjadi tantangan pendidikan untuk bagaimana mengembalikan karakter positif para generasi penerus, yang sesuai dengan kepribadian bangsa ketimuran, hormat-menghormati, toleransi, tenggang rasa, simpati, dan empati. Salah satunya dengan cara menggali dan menanamkan kembali kearifan lokal secara inheren melalui pembelajaran, sebagai gerakan kembali pada basis nilai budaya daerahnya sendiri, sebagai bagian upaya membangun identitas bangsa dan sebagai semacam filter dalam menyeleksi pengaruh budaya asing yang masuk.

Terakhir, pendidikan secara praktis memang tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai budaya. Dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan bangsa kita sendiri, secara proses mentransfernya yang paling efektif adalah melalui pendidikan. Hubungan timbal balik antar keduanya pun sangat erat, karena saling melengkapi dan mendukung, satu sama lainnya. Dengan adanya pendidikan, kita bisa mentransfer kebudayaan itu sendiri dari generasi ke generasi selanjutnya, sekaligus mengikis anomali yang selama ini terjadi. Semoga**

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Aneh Tapi Waras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved