Petani Keramba Menjerit

Ikan Milik Petani Keramba Jaring Apung Banyak yang Mati, Berdampak pada Kenaikan Harga Nila

Para pemilik keramba jaring apung (KJA) yang memelihara ikan nila di Kecamatan Karangintan Kabupaten Banjar tengah berduka.

Editor: Eka Dinayanti
BPost Cetak
BPost edisi cetak Selasa (23/7/2019) 

BANJARMASINPOST.CO.ID, MARTAPURA - Para pemilik keramba jaring apung (KJA) yang memelihara ikan nila di Kecamatan Karangintan Kabupaten Banjar tengah berduka.

Mereka menghadapi kematian banyak ikan setiap hari.

Jumlahnya kian hari terus bertambah.

Kondisi ini tentunya berdampak pada konsumen.

Pasokan nila berkurang hingga harganya pun meningkat.

Kerugian akibat kematian nila dirasakan oleh Hairi Dani.

Saat ditemui pada Senin (22/7) pagi, dia tengah memberi pakan ikan di kerambanya di Batu Kambing Desa Awang Bangkal Barat, Karangintan.

Baca: Pernah Dijodohkan Ifan Seventeen, Juliana Moechtar Kecelakaan, Istri Herman Seventeen Bantah Mabuk

Baca: Selamat Hari Anak Nasional 2019! Lihat Juga Uniknya Perayaan Hari Anak di 5 Negara Ini

Baca: Mengapa Tubuh Nunung Tetap Gemuk Meski Konsumsi Narkoba, Sabu Bisa Bikin Kurus Mitos atau Fakta?

Baca: Pas Subuh, Hotman Paris Mendadak Bagikan Ceramah Ustadz Abdul Somad, Ada Pengakuan Tak Terduga

Kesibukannya bertambah karena harus membersihkan keramba dari nila yang mengapung dan membusuk.

Dia mengeluhkan hampir tiap hari ada nila yang mati dengan beragam ukuran.

"Nila yang berisiko mati adalah bibit. Tingkat kematiannya 60 persen. Ini di keramba saya ada 13 ribu bibit, paling 5.000 saja yang sanggup bertahan sampai besar. Sebanyak 8.000 lainnya mati," katanya.

Dia mengatakan penyebab matinya nila karena faktor musim dan kondisi air.

Kemarau membuat air surut dan panas.

"Nila yang mati saya masukkan ke kolam ikan bawal. Kalau dilarutkan ke sungai dikhawatirkan mencemari ikan di keramba lain," katanya.

Sudah delapan tahun, Hairi mengelola budidaya ikan. Saat ini dia pasrah dengan matinya banyak ikan.

"Kemarin dapat satu ember penuh nila mati yang mati. Setiap hari ada saja. Apalagi nila yang baru berumur satu pekan,” katanya.

Melihat kondisi ini, Rohim, petani keramba di Desa Awal Bangkal Timur, Karangintan, terpaksa menahan diri untuk tidak terlalu banyak menebar bibit.

"Sekarang dikurangi. Paling 10 ribu bibit nila. Biasanya sampai 20 ribu bibit. Dari 10 ribu bibit, paling yang tahan hidup 5.000 ekor. Apalagi kondisi ini diperkirakan baru bisa normal Agustus-September nanti," katanya seraya menunjukkan 11 keramba jala apung yang dikelolanya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved