Kisah Anak anak Repatriasi

Obati Kerinduan pada Orangtua Lewat Video Call dan Chatting

Pantauan di SMKN 1 Martapura di Jalan Pendidikan Nomor 79 RT 03 RW 04, Sekumpul, Martapura, terdapat 28 siswa penerima beasiswa repatriasi.

Editor: Eka Dinayanti
BPost Cetak
BPost edisi cetak Senin (16/9/2019) 

BANJARMASINPOST.CO.ID, MARTAPURA - Pantauan di SMKN 1 Martapura di Jalan Pendidikan Nomor 79 RT 03 RW 04, Sekumpul, Martapura, terdapat 28 siswa penerima beasiswa repatriasi.

Rinciannya, angkatan pertama tahun 2018 sebanyak 17 orang (8 perempuan, 9 laki-laki) dan angkatan kedua tahun 2019 sebanyak 11 orang (9 perempuan, 2 laki-laki).

Saat ditemui pada jam istirahat, Kamis (12/9) siang, tiga siswa yakni Jessica Bota Liwun, Rosmarlyn Kewa dan Abin Musa, tengah membaur dengan siswa lainnya.

Canda kerap mewarnai obrolan mereka.

Ketiganya saat ini duduk di bangku kelas XI Jurusan Tata Busana.

Orangtua ketiganya menjadi buruh di Sabah. Ketiga siswa itu bahkan dilahirkan di daerah yang sama yakni Tawau, Sabah.

Baca: Sekolah di Kalsel, Keberadaan Puluhan Anak TKI ini Belum Dilindungi Dokumen Resmi Pemerintah RI

Baca: Mandat Khusus Ahmad Dhani pada El Rumi Terkait Mulan Jameela, Putra Maia Estianty Diminta Ini

Baca: Tanpa Izin Istri, Baim Wong Nekat Temui sang Mantan Pacar, VJ Laissti, Ini Reaksi Paula Verhoeven

Baca: Penampilan Nunung Setelah 3 Minggu Rehabilitasi, Bobot Tubuh Teman Sule & Andre Taulany Disorot

Jessica lahir pada Januari 2002.

Orangtuanya berasal dari Larantuka (NTT) dan kini menjadi buruh antar barang.

Sedang Rosmarlyn lahir pada Maret 2001.

Orangtuanya yang juga dari Lembata kini menjadi buruh perusahaan perkebunan buah.

Sedangkan Abin lahir pada September 2001.

Orangtuanya yang berasal dari Tanatoraja (Sulawesi Selatan) bekerja sebagai buruh di perkebunan kelapa sawit.

"Nyaman sekolah di sini, semuanya baik-baik. Rasanya sudah seperti di kampung sendiri," ucap Jessica Bota Liwun.

Di Kalsel, mereka sama sekali tak punya keluarga atau kerabat.

Karena itu, kerinduan yang teramat sangat pada orangtua kadang begitu kuat menyelebungi jiwa.

Apalagi di tempat perantauan mereka mesti menghemat pengeluaran sehingga tak pernah jalan-jalan ke tempat wisata.

"Untung ada video call (VC). Jadi kalau kangen orangtua atau saudara, tinggal VC saja. Saya tiap hari berkomunikasi dengan orangtua, bisa via VC, telepon atau chatting. Paling tidak pagi sebelum sekolah dan sore sepulang sekolah," ucap Abin.

Senada diutarakan Rosmarlyn. Apalagi dia anak tunggal.

"Tiap hari saya VC-an sama orangtua, terutama ibu," akunya.

Namun beda dengan Jessica.

"Saya jarang teleponan, paling seminggu sekali. Tak pernah dicari saya ini," ucapnya yang spontan disambut gelak tawa rekan-rekannya.

Selama hidup di perantauan, mereka tak mengeluh dan tekun belajar.

Mereka juga ingin menggenggam masa depan yang lebih baik.

"Saya bercita-cita ingin menjadi desainer," ucap Jessica.

"Kalau saya ingin jadi fotografer andal," timpal Rosmarlyn.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved