Amerika Vs Iran
Ini Dampaknya Bagi Ekonomi Indonesia Ketika Amerika Vs Iran Memanas, Harga Minyak Meroket
Ini Dampaknya Bagi Ekonomi Indonesia Ketika Amerika Vs Iran Memanas, Harga Minyak Meroket
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Hubungan Amerika Serikat dan Iran kian memans pasca serangan Amerika Serikat ke Baghdad yang menewaskan pimpinan militer Iran Qasem Solaemani,
Hal ini memicu kekhawatiran publik mengenai perang dunia ketiga lantaran keterlibatan negara-negara ke masing-masing pihak.
Direktur Riset Centre of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah menilai, ketegangan kedua negara yang berlarut bisa menyebabkan defisit migas RI kian melebar. Pasalnya, dalam beberapa hari terakhir pasca serangan terjadi, harga minyak dunia terus terkerek naik.
"Ketegangan ini juga bisa berdampak ke perekonomian melalui jalur perdagangan misalnya dengan kenaikan harga minyak. Tentunya kita berharap kedua pihak bisa menahan diri dan menyelesaikan perbedaan dengan jalan damai," jelas Piter ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (7/1/2020).
Seperti dikutip dari CNN, harga minyak acuan dunia Brent telah meningkat menjadi di atas 70 dollar AS per barrel sejak Senin (6/1/2020), dan harga minyak acuan AS West Texas Intermediate (WTI) juga naik jadi di kisaran 63 dollar AS per barrel.
• Amerika Vs Iran Memanas, Iran Hujani Markas Pasukan AS di Irak dengan Puluhan Rudal
• VIDEO Heboh, Reynhard Sinaga Gaet Pria Cuma 60 Detik Ketika Malam, Sukses Perkosa 159 Gay di Inggris
• Sule Vs Teddy Saling Bongkar Kedok saat Lina Hidup, Kematian Ibu Rizky Febian di Alam Kubur Terusik?
Dia pun mengatakan, ketegangan geopolitik tersebut merusak tren sentimen positif di pasar keuangan global yang terbangun paska kesepakatan perdang dagang antara AS dan China.
Kekhawatiran timbulnya perang akan menahan aliran modal asing masuk ke negara-negara berkembang termasuk ke Indonesia. Hal tersebut bakal berdampak negatif terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah.
Ekonomi Kian Tertekan
Senada dengan Piter, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira menjelaskan, dengan meningkatnya ketegangan AS dan Iran, beban subsidi BBM dan tarif listrik bakal bengkak di awal tahun.
Pasalnya, asumsi harga minyak mentah acuan RI (ICP) di APBN 2020 sebesar 63 dollar AS per barrel, jauh lebih rendah dari harga acuan global yang sudah mulai menanjak naik. Menurutnya, hal itu bisa membuat harga BBM non subsidi jenis Pertamax dan Dex yang diturunkan kembali mengalami penyesuaian.

"Sementara harga acuan Brent hari ini telah mencapai 70,1 dollar AS per barrel. Di sisi lain, harga BBM non subsidi jenis Pertamax dan Dex berisiko mengalami penyesuaian setelah sebelumnya turun di awal Januari," jelas Bhima.
"Ini ujungnya adalah inflasi yang lebih tinggi dibanding tahun 2019. Jika tekanan pada harga kebutuhan pokok naik, ujungnya daya beli tertekan dan pertmbuhan ekonomi diprediksi merosot dibawah 4.8 persen," ujar dia lebih lanjut.
Selain itu, di pasar keuangan, dampak memanasnya hubungan AS dan Iran akan membuat investor kian takut berinvestasi di pasar negara berkembang.
Investor akan cenderung main aman, misalnya dengan membeli dollar AS atau harga emas.
Indikator tersebut sudah terlihat dari naiknya harga emas dunia sebesar 3,5 persen dibandingkan pekan lalu menjadi 1.572 dollar AS per ons dan dollar indeks menguat tipis 0,85 persen dalam sepekan terakhir.
• Cristiano Ronaldo Satu-satunya Pemain dengan Sejarah Baru, Berkat Gol Dimenit ke-49, 67 dan 82
"Kalau di pasar keuangan dampaknya adalah volatilitas yang membahayakan ekonomi dalam jangka panjang," jelas dia.
"Harga bbm dan listrik berisiko naik, daya beli merosot, rupiah melemah, investor menyimpan di aset aman, dan kinerja ekspor maupun investasi makin berat," ucapnya.