Berita HSS
Pertanyakan Pengelolaan Limbah Medis, DPRD HSS Undang Rs Ceria, Begini Hasilnya
Terkait pengelolaan limbah, DPRD Kabupaten Hulu Sungai Selatan, melaksanakan audensi dengan mengundang manajemen Rumah Sakit Ceria, Kandangan
Penulis: Hanani | Editor: Hari Widodo
BANJARMASINPOST.CO.ID, KANDANGAN - DPRD Kabupaten Hulu Sungai Selatan, melaksanakan audensi dengan mengundang manajemen Rumah Sakit Ceria, Kandangan, Selasa (4/2/2020).
Pertemuan tersebut, dalam rangka meminta penjelasan terkait pengelolaan limbah sampah medis cair mauapun padat yang selama ini dilaksanakan rumah sakit selama operasional. Juga dalam rangka adanya masyarakat yang mempertanyakanhal tersebut.
Wakil Ketua DPRD HSS, M Kusasi, yang memimpin pertemuan menyampaikan, pertanyaan disampaikan masyarakat Desa Hamalau, saat pihaknya melaksanakan reses ke desa itu, dalam rangka menyerap aspirasi.
“Saat itu warga ingin kami menanyakan kepada manajemen rumah sakit, apakah Rumah Sakit Ceria bisa menjamin limbah yang mereka kelola tidak mengganggu lingkungan sekitar,”kata Kusasi.
• Pasar Grosir Malam Pindah, Ini Alasan Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Perdagangan Kabupaten Tanahlaut
• VIDEO Penampakan Stadion Kelua Banyak Coretan dan Terlihat Mangkrak, Pembangunan Dilanjutkan?
• Nikah Siri Sarita Abdul Mukti & Brondong 18 Tahun Terjadi di Masa Lalu, Bikin Faisal Harris Begini
• Akhirnya Teddy Buka Suara & Ungkap Pencuri Perhiasan Ibu Rizky Febian, Lina yang Diberi Sule
Pertemuan juga mengundang Kadinkses, Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup, Direktur Rumah Sakit H Hasan Basry, Asisten II, Kepala DInas KP2T, pihak kecamatan serta pihak RS Ceria, yang diwakili Pengawas Internal, Edi Eriyanto. Juga hadir Ketua Komisi I DPRD HSS Yopie Alfiani serta anggota komisi dan sejumlah anggota dewan lainnya.
Kusasi mengatakan, rumah sakit merupakan faslitas penting, yang didirikan atas dasar memberikan pelayan kesehatan kepada masyarakat.
Namun, masyarakat mengkhawatirkan, jika ada hal yang diabaikan dalam pengelolaan. Seperti limbah medis, sehingga malah menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan. Hal itu menurutnya harus dijawab dan dijelaskan, berdasarkan legalitas.
“Mungkin setelah dinyatakan hasil uji lab tidak membahayakan, tentu aman dan sampaikan ke masyarakat sekitar. Jika cara mengolah salah, harus diperbaiki dan disempurnakan. Harus ada pengecekan, untuk memastikan apakah air limbahnya tak membahayakan makhluk hidup,”tambah Yopie, Ketua Komisi I.
Menanggapi hal tersebut, Pengawas Internal RS Ceria Kandangan, Edi Eriyanto menyatakan permintaan maaf, Direktur RS Ceria tak bisa hadir karena masih berada di luar daerah.
Sementara undangan DPRD baru diterima Selasa pagi pukul 09.00 wita. Meski bukan pengambil kebijakan Edi menyatakan akan memberikan penjelasan sesuai kapasitasnya. Dia mengatakan, operasional rumah sakit sudah mendapat izin, termasuk dari Pemkab HSS. Pihaknya juga sudah memiliki izin UKl/UPL.
“Hasil akreditasi, bahkan kami mendapat bintang dua,”katanya.
diakui, untuk proses perpanjangan izin operasional, baru dimasukkan ke instansi terkait. Namun mengenai pengelolaan limbah, Edi mengakui izinnya sangat sulit.
“Tak bisa dipungkiri, biaya pengiriman sangat mahal. Sedangkan kami rumah sakit swasta, dengan keuangan terbatas,”jelasnya.
Meski demikian, sebutnya, komitmen mengelola lebih baik tetap diupayakan. Termasuk limbah padat, seperti jarum suntik dan sampah medis lainnya.
“Sementara ini setelah dibakar dengan incinerator, kami masukkan ke dalam drum dan ditumpuk ke tempat tertutup. Tidak pernah dibuang keluar,”jelasnya.
Edi pun menyampaikan, sejauh ini tidak ada keluhan langsung disampaikan ke RS Ceria. “Malah, di kotak saran yang kami terima adalah apresiasi masyarakat terhadap RS ceria sebagai fasilitas alternative pelayanan kesehatan,”katanya.
Penyimpanan Limbah Medis yang DIbakar, Maksimal 90 Hari
Mengenai prosedur pengelolaan dan penyimpanan limbah medis, DPRD HSS meminta Direktur RS H Hasan Basry Kandangan, dr Hj Rasyidah, yang dinilai berkompeten memberi penjelasan, sebagai pengelola ruah sakit Pemkab HSS.
Dalam penjelasannya, Rasyidah mengatakan, sesuai Peraturan Kementerian Kesehatan, limbah medis yang tak dibakar maksimal boleh disimpan 24 jam. Sedangkan sampah medis yang sudah dibakar, atau berupa abu, maksimal boleh disimpan 90 hari, atau tiga bulan.
“Itu sudah standar baku. Selanjutnya harus diproses secara spesifik agar aman bagi lingkungan,”kata Rasyidah.
Untuk abu hasil pembakaran, proses akhirnya, jelas dia hanya ada di tiga provinsi, yaitu Surabaya, Banten dan Kalimantan Tenggara.
Diakui Rasyidah pengiriman abu hasil limbah tersebut, sangat mahal. RS H Hasan Basry, jelasnya mengeluarkan Rp 600 juta per tahun, untuk pengiriman ke Surabaya.
Namun,hal tersebut menjadi konsekwensi opersional rumah sakit, agar tidak meninggalkan masalah dengan lingkungan.
Dijelaskan, secara garis besar, rumah sakit yang memiliki izin operasional harus memiliki izin pengelolaan limbah, dan analisa dampak lingkungan (Amdal), serta pembuangan limbah cair seperti safety tank, sampah medis dan radiologi.
• Keterangan Warga, Sempat Terlihat Ada Kepala Muncul Kemudian Tenggelam Lagi di Irigasi Martapura
• Lamaran Zaskia Gotik Dibahas Mantan Kekasih Vicky Prasetyo, Nasib Teman Ayu Ting Ting - Kriss Hatta?
• VIDEO Produk Anyaman Kerajinan Tangan Pikat Pengunjung Pasar Subuh Kandangan
Indicator aman tidaknya limbah cair, adalah setelah proses penampungan di kolam, yang diisi ikan. “Jika tak ada masalah dengan ikan, limbah baru boleh dibuang keluar.
Tak boleh dibuang sembarangan. Jadi sedetil itu, termasuk opersional genset, ada izinnya. Sebenarnya tak ada yang bisa lolos daripengawasan pihak terkait,”katanya. (banjarmasinpost.co.id/hanani )