Ubah Limbah Kayu Jadi Rupiah
Pria dari Barabai ini Sulap Limbah Kayu Jadi Kerajinan Bernilai Jual Tinggi
Pria dari Barabai ini Sulap Limbah Kayu Jadi Kerajinan Bernilai Jual Tinggi
BANJARMASINPOST.CO.ID, BARABAI - Sret... sret... sret... Suara khas berasal dari kios milik Syafrudin di Jalan Brigjen Hasan Basri, Barabai, Hulu Sungai Tengah (HST).
Seperti biasa, pagi itu, Syafrudin sedang mengetam kayu yang disulapnya menjadi kerajinan bernilai jual tinggi.
Dari kayu-kayu itulah pundi-pundi rupiah Syafrudin berasal.
Merintis kerajinan kayu sejak 1991 silam, pelanggan Syafrudin merambah hingga ke luar pulau Kalimantan.
Nama Syafrudin juga tak asing di instansi Pemerintahan Kabupaten HST, termasuk pejabatnya.
Bahkan, nama Syafrudin juga mentereng hingga ke DPRD HST.
• Keikhlasan Nenek Miskin saat Uang Rp 45 Ribu Modal Jualannya Dicuri Pria, Videonya Viral di Medsos
• Sebelumnya Cuma Sakit Tenggorokan, Ternyata Mendagri Australia Peter Dutton Positif Virus Corona
• Muzdalifah Bantah Isu Mistis jadi Sebab Rumah Mewahnya Belum Juga Laku, Ini Kata Istri Fadel Islami
Lalu, karya apa yang dibuat Syafrudin hingga pejabat memakai jasanya? Apalagi kalau bukan pelang nama.
Tak hanya pelang nama, ia juga membuat berbagai hiasan dari kayu seperti rumah Banjar, hiasan rumah, kaligrafi dari kayu, hingga pernak-pernik dari kayu.
Di tengah keterbatasan kayu, rupanya Syafrudin tak menggunakan kayu baru, atau kayu hasil tebangan.
Ia menggunakan kayu bekas hasil limbah pemotongan kayu.
Ia mendapatnya dari bansau di kawasan HST.
Per bulan, ia memerlukan setengah kubik limbah kayu.
Limbah ini dibelinya seharga Rp 150 ribu.
Dan dalam sebulan ia mampu menghasilkan hingga Rp 4 juta. Angka yang tak main-main dari limbah kayu.
Kepiawaiannya dalam mengolah kayu bekas menjadi kerajinan didapatnya secara otodidak.
Ia mengaku hanya melihat-lihat dan mempraktiknya sendiri.
Di galerinya, ia hanya menggunakan pemotong kayu, pengetam manual, gergaji, tempat pembakaran, dan plitur.
Untuk membuat satu kerajinan tangan, tak membutuhkan waktu lama.
Bahkan, ia mampu menghasilkan puluhan karya setiap harinya tergantung tingkat kerumitannya.
Berbeda dengan kerajinan rumah Banjar, menurutnya perlu waktu mengingat detil dan tingkat kerumitannya.
Untuk membuat pelang nama misalnya, ia harus menghaluskan kayu dengan cara mengetam.
Kemudian, kayu dipotong sesuai dengan keinginan.
Setelah itu, kayu yang sudah dibentuk dibakar di pembakaran hingga mengeluarkan urat kayu.
Terakhir diberi cat plitur.
“Dibakar untuk mempercantik. Warnanya akan keluar. Urat atau bagian pohon juga terlihat,” bebernya.
Satu kerajinan tangan hasil karyanya dibanderol dengan harga Rp 25 ribu hingga Rp 250 ribu.
Pemesan kebanyakan dari kalangan instansi pemerintah.
“Ada juga dari luar pulau. Ada yang minta contoh saya kirimkan fotonya. Mereka suka jadi mereka order. Di sini anggota dewan juga ada,” katanya.
Soal pemasaran ia tak perlu takut bersaing. Puluhan tahun menggeluti kerajinan ini, namanya sudah tenar di kalangan pemerintahan.
“Masyarakat biasa juga ada. Biasanya buat oleh-oleh,” pungkasnya.