Wabah Virus Corona
Lockdown 5 Bulan, Bobot Pemuda di Wuhan Naik 100 Kg, Zhou: Saya Tidak Bisa Tidur Selama 48 Jam
Akibat lockdown 5 bulan karena wabah virus corona atau COViD-19, bobot pemuda berusia 26 bermarga Zhou di Wuhan China naik 100 kg.
Editor : Didik Trio Marsidi
BANJARMASINPOST.CO.ID, WUHAN - Gara-gara lockdown 5 bulan akibat wabah virus corona atau COViD-19, bobot pemuda berusia 26 bermarga Zhou di Wuhan, China naik sekitar 100 kilogram.
Akibat bobot tubuhnya naik drastis, Zhou mengaku tidak bisa tidur dalam rentang waktu 48 jam atau dua hari lamanya.
Sekadar diketahui, virus corona pertamakali muncul di Wuhan dan dipublikasikan pada awal tahun ini. Setelah itu, pemerintah China melakukan lockdown di beberapa wilayahnya.
Zhou disebut sudah tidak fit ketika wabah mulai menyebar di ibu kota Provinsi Hubei itu.
Meski begitu, dia mempertahankan berat badan, di mana dia juga disibukkan dengan bekerja di kafe dan menjalani gaya hidup normal.
• FAKTA Dexamethasone, Bisa Tekan Angka Kematian pada Pasien Covid-19 Gejala Parah
• VIRAL Doker Gigi Cantik Bugil Berdiri di Tepi Jalan, Stres Suami & Anak Tewas Kena Covid-19
• Ibu Berusia 100 Tahun Diseret Anaknya ke Bank, Hanya Gara-gara Uang Bantuan Pemerintah
Namun, semua berubah ketika lockdown untuk menangkal virus corona secara resmi diterapkan.
Zhou disebut lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan.
Akibatnya seperti diberitakan Oddity Central Selasa (16/6/2020), bobotnya mulai meningkat karena tak mampu membuang kalori.
Dalam lima bulan, berat badannya menjadi 616 pound (280 kg).
Artinya, dia naik lebih dari 200 pound, atau 100 kg, selama karantina.
Kasusnya muncul ke publik pekan lalu, dan diungkapkan oleh dokter yang merawatnya di Rumah Sakit University Cemtral South Wuhan pada 1 Juni.
Kepada tim medis, Zhou mengungkapkan bobot dia yang bertambah membuatnya tidak bisa tidur dengan nyaman, sehingga butuh pertolongan.
"Dokter, saya bahkan tidak bisa tidur selama 48 jam. Bisakah Anda membantu saya?" tanyanya kepada Dr Li Zhen, Wakil Direktur Pusat Bedah Metabolik dan Obesitas.
Dia mengaku sudah menghubungi sejumlah dokter.
Namun, mereka semuanya menolaknya dikarenakan bobot Zhen yang terlampau besar tersebut.
Setelah tim paramedis bersusah payah mengangkatnya dari rumah ke ambulans, dia segera dilarikan ke bagian unit gawat darurat.
Di sana, tim dokter mendiagnosanya mengalami sejumlah kondisi medis seperti gagal jantung dan masalah di bagian pernapasan.

Masalah makin pelik karena berat badannya, dokter tidak mampu melakukan tes seperti tekanan darah maupun tes EEG di otak.
Selama 10 hari, tim medis berusaha untuk membuatnya stabil.
Akhirnya pada 11 Juni, kondisinya dinyatakan sudah keluar dari masa darurat.
Dr Li Zhen menerangkan, kenaikan signifikan Zhen tidak hanya karena faktor genetik.
Namun juga kelainan endoktrin yang diperparah dirinya yang tak banyak bergerak.
Dia dan timnya berharap pasien bisa turun setidaknya 22 kg, sehingga mereka bisa melakukan bypass lambung atau operasi mengurangi lemak di perut.
"Saya sangat berharap dengan diet dan metode lain, bobot dia bisa berkurang hingga 22 kg, sehingga risiko operasi bisa dikurangi," jelas Li.
Gen kurus ditemukan
Terpisah, pernahkan Anda mencermati, ada beberapa orang di luar sana tetap langsing meski mereka makan dengan porsi yang cukup banyak.
Sementara lainnya, memerlukan usaha ektra untuk menjaga apa saja yang mereka konsumsi supaya berat badan tak bertambah.
Ternyata, menurut penelitian yang diterbitkan di jurnal Cell, hal tersebut ada hubungannya dengan gen tertentu yang mampu menjaga kenaikan berat badan dan membuat badan beberapa orang tetap kurus.
Kini, ilmuwan berhasil mengidentifikasi gen tersebut setelah melakukan serangkain penelitian.
"Ada sekitar satu persen orang-orang seperti ini dalam populasi.
Mereka bisa makan banyak, tanpa olah raga namun berat badan tak bertambah," kata Josef Penninger, peneliti dari University of British Colombia seperti dikutip dari CNN, Sabtu (6/6/2020).
Penelitian dilakukan dengan melihat data dari Biobank Estonia yang mencakup 47102 orang berusia 20 hingga 44 tahun.
Tim kemudian membandingkan sampel DNA dengan data klinis individu kurus yang sehat dan individu dengan berat badan normal.
Hasilnya, peneliti menemukan varian genetik yang unik pada individu kurus yang dikenal sebagai gen ALK.
Sebelumnya, ilmuwan telah mengetahui bahwa gen ALK sering bermutasi pada berbagai jenis kanker dan mendapatkan reputasi sebagai gen yang mendorong perkembangan tumor.
Namun temuan baru ini menunjukkan bahwa gen ALK berperan sebagai gen kurus yang dapat berfungsi mencegah penambahan berat badan.
Untuk menguji temuan ini, para ilmuwan kemudian melakukan percobaan pada lalat dan tikus.
Peneliti melakukan percobaan dengan cara menghapus gen ALK pada tikus dan lalat.
Setelah dilakukan percobaan, mereka menemukan lalat dan tikus tanpa gen ALK tetap kurus dan bebas dari obesitas meski memiliki kesamaan makanan maupun aktifitas dengan tikus normal.
"Kami memberi tikus McDonald. Tikus normal menjadi gemuk dan tikus tanpa ALK tetap kurus," ungkap Penninger.
Studi juga menunjukkan jika gen ALK berperan dalam menginstruksikan jaringan lemak untuk membakar lebih banyak lemak dari makanan.
Temuan ini pun dapat memberikan kemungkinan terapi baru dalam melawan obesitas di masa depan.
Namun tentu saja perlu penelitian lebih lanjut apakah terapi untuk mengurangi fungsi ALK ini bisa dilakukan.