Berita Pendidikan
Mendikbud Beri Sanksi Guru & Sekolah Intoleran di Padang, Buntut Protes Wajib Jilbab Siswa Nonmuslim
Mendikbud Nadiem Anwar Makarim menyatakan pemerintah tidak akan menoleransi guru dan kepala sekolah yang melakukan pelanggaran bentuk intoleransi
BANJARMASINPOST.CO.ID - Kabar tentang praktik intoleransi di lingkungan sekolah di Padang akhirnya mendapat perhatian pemerintah.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyatakan pemerintah tidak akan menoleransi guru dan kepala sekolah yang melakukan pelanggaran dalam bentuk intoleransi.
Pernyataan tersebut disampaikan menyikapi dugaan soal kewajiban siswi non-muslim mengenakan jilbab di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat, yang belakangan jadi viral.
Baca juga: Tewas Demi Konten Viral Blackout Challenge di Tiktok, Gadis 10 Tahun Dapat Serangan Jantung
Baca juga: LINK Pemesanan Awal Samsung Galaxy S21 5G Series Dibuka Sampai 27 Januari 2021, Segini Harganya
Menurut Nadiem, Kemendikbud telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait pemberian sanksi tegas atas pelanggaran disiplin bagi pihak yang terbukti terlibat.
“Termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan agar permasalahan ini menjadi pembelajaran kita bersama ke depannya,” ucap Nadiem, dalam keterangan video yang diterima Kompas.com, Minggu (24/1/2021).
Nadiem menegaskan, pihak sekolah harus memperhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya terkait aturan mengenai pakaian seragam khas siswa.
Ketentuan itu diatur pada Pasal 34 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Permendikbud tentang pakaian seragam sekolah tidak mewajibkan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah.
Sekolah tidak boleh membuat peraturan atau imbauan bagi peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah.
Oleh sebab itu, kata Nadiem, aturan yang mewajibkan hijab bagi non-muslim merupakan bentuk intoleransi atas keberagaman.
“Maka, sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah,” kata Nadiem.
“Apalagi jika tidak sesuai dengan agama atau kepercayaan peserta didik,” ucap dia.
Baca juga: VIRAL- Wanita Ini Temukan Kalung Emas dalam Perut Ikan yang Dibelah, Langsung Menangis Tahu Faktanya
Baca juga: Nasib Sergei Kosenko Kini, Bule Rusia yang Nyemplung ke Laut Bersama Motor dan Jadi Viral
Selain itu, Nadiem menekankan, setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan ekspresi sesuai dengan tingkat intelekualitas dan usianya di bawah bimbingan orangtua atau wali.
Hal itu sesuai dengan Pasal 55 Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Kemudian, ia memaparkan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Pasal tersebut mengatur bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Nadiem memastikan akan terus berupaya untuk mencegah praktik intoleransi di lingkungan sekolah.
Bahkan, dalam waktu dekat ia akan mengeluarkan surat edaran dan membuka hotline khusus pengaduan untuk menghindari terulangnya pelanggaran serupa.
Sebelumnya, sebuah video viral di sosial media memperlihatkan percakapan salah seorang orang tua siswa Eliana Hia dengan pihak sekolah SMK Negeri 2 Padang.
Eliana dipanggil pihak sekolah karena anaknya, Jeni Cahyani Hia tidak mengenakan jilbab.
Jeni tercatat sebagai siswi Kelas IX pada Jurusan Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran (OTKP)) di sekolah itu. Ia tidak mengenakan jilbab karena bukan muslim.
Persoalan itu kini telah menemukan jalan keluar, siswi tersebut bisa bersekolah tanpa harus berjilbab.
Baca juga: LINK Pemesanan Awal Samsung Galaxy S21 5G Series Dibuka Sampai 27 Januari 2021, Segini Harganya
Baca juga: Tewas Demi Konten Viral Blackout Challenge di Tiktok, Gadis 10 Tahun Dapat Serangan Jantung
* Ketua Komisi X: Kami Prihatin atas Sikap Intoleran
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda Prihatin atas beredarnya informasi tentang dugaan kewajiban bagi siswi non-muslim mengenakan jilbab di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat.
Huda menilai, kewajiban tersebut terlalu berlebihan dan mengancam kebhinekaan.
“Kami sangat prihatin dengan fenomena maraknya sikap intoleran di lembaga-lembaga pendidikan milik pemerintah,” kata Huda dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (23/1/2021).
“Banyak tenaga-tenaga pendidik yang tidak tepat dalam mengajarkan semangat keberagamaan di kalangan siswa,” kata dia.
Huda mengatakan, fenomena di Sumbar bukanlah kejadian pertama yang menunjukkan menguatnya sikap intoleransi di sekolah-sekolah negeri.
Sebelumnya, kata dia, ada kejadian serupa mengenai seorang guru di Jakarta meminta siswa-siswanya memilih calon ketua OSIS dengan alasan SARA.
Hal yang sama juga pernah terjadi di Depok, Jawa Barat.
“Kejadian-kejadian tersebut cukup memprihatinkan karena diduga dilakukan oleh tenaga kependidikan di sekolah negeri yang harusnya mengarusutamakan nilai-nilai Pancasila dengan inti penghormatan terhadap nilai kebhinekaan,” kata Huda.
Ketua Komisi X ini mengungkapkan, di era otonomi daerah, penyelenggaraan SMA dan SMK negeri di bawah kewenangan dari Pemprov.
Mereka, kata Huda, mempunyai otoritas untuk mengatur arah kebijakan sekolah, distribusi guru, hingga kebijakan anggaran.
Kendati demikian, ia menilai, harusnya kebijakan-kebijakan tersebut tetap mengacu pada nilai-nilai dasar pilar bernegara yakni UUD 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
“Tidak benar jika atas nama otonomi daerah, suatu wilayah mempunyai kebebasan termasuk unit penyelenggaraan pendidikan membuat aturan yang secara prinsip bertentangan dengan nilai dasar-nilai dasar kita dalam berbangsa dan bernegara,” ujar Huda.
Lebih lanjut, Politikus PKB ini juga menyoroti kian mudahnya cara pandang keagamaan yang sempit dan kaku masuk ke dalam lembaga pendidikan negeri.
Fenomena ini, menurut dia, harus menjadi perhatian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar menyiapkan kebijakan antisipatif baik melalui kurikulum maupun pembinaan SDM.
Dengan demikian, lembaga-lembaga pendidikan di Tanah Air tidak mudah terpapar cara pandang keagamaan yang intoleran.
“Dalam upaya merekrut tenaga dosen atau guru misalnya harus ada screening yang ketat mengenai rekam jejak mereka," kata Huda.
"Pun demikian, dalam aktivitas belajar mengajar maupun kegiatan ekstrakulikuler jangan sampai ada materi-materi yang disisipi nilai-nilai intoleran,” ucap dia. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pemerintah Akan Tindak Tegas Praktik Intoleransi di Sekolah"dan "Soal Kewajiban Jilbab bagi Siswi Nonmuslim, Ketua Komisi X: Kami Prihatin atas Sikap Intoleran"