Kudeta Myanmar

18 Demonstran Tewas dalam Sehari, Hari Paling Berdarah dan Mematikan Sejak Kudeta Militer Myanmar

PBB menyebut aksi protes hari Minggu (28/02) itu disebut sebagai hari paling berdarah dalam serentetan aksi protes menentang kudeta militer 1 Februari

Editor: Didik Triomarsidi
AP PHOTOS
Seorang pria digotong setelah terkena tembakan polisi di Mandalay, Myanmar, pada Sabtu (20/2/2021). Polisi mulai menggunakan peluru karet dan peluru tajam untuk membubarkan massa anti-kudeta 

Seorang pejabat PBB yang berbicara tanpa menyebut nama mengatakan, Nyi Nyi adalah satu dari setidaknya lima orang yang terbunuh di Yangon. Salah satu korban tewas di Yangon ditembak di mata.

Seorang guru sekolah menengah meninggal karena dugaan serangan jantung akibat ledakan stun grenade alias granat kejut, kata rekan-rekannya.

Para guru mencoba berkumpul lebih awal, tetapi polisi melemparkan granat kejut dan menyerbu untuk membubarkan protes.

“Banyak yang terluka. Saya tidak punya senjata. Saya hanya datang ke sini untuk memprotes dengan damai. Apapun yang mereka lakukan, kami harus menerimanya,” kata seorang guru Hayman May Hninsi.

Perlengkapan perang

Di seluruh negeri, pengunjuk rasa yang mengenakan helm plastik dan perisai darurat berhadapan dengan polisi dan tentara dengan perlengkapan perang.

Beberapa unit polisi dan militer Myanmar yang terkenal melakukan tindakan keras terhadap kelompok pemberontak etnik di wilayah perbatasan Myanmar.

Di kota pesisir Dawei, pasukan keamanan menembaki demonstran di tengah jalan, kata saksi mata.

Rekaman video yang dibagikan di media sosial menunjukkan, seorang pengunjuk rasa bercelana jins dan bersandal jepit terbaring tak bergerak setelah kerumunan berpencar.

Tentara berjalan melewati mayat itu dan mulai memukuli pengunjuk rasa lainnya.

Peluru Tembus Helm

Di Mandalay, seorang pria ditembak mati saat mengendarai sepeda motornya. Para pengunjuk rasa menggotong jenazah pria itu ke ambulans.

Peluru menembus helm merahnya, membuatnya bersimbah darah, gambar di media sosial menunjukkan.

Seorang reporter di garis depan membuat unggahan di Facebook bahwa polisi telah memberi tahu orang-orang bahwa mereka tidak menembak karena mereka diperintahkan.

“Kami menembak karena kami ingin. Masuklah ke dalam rumah kalian jika kalian tidak ingin mati," tulis reporter itu mengutip salah satu polisi yang berteriak.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved