Ramadhan 1442 H

Niat Bayar Fidyah Utang Puasa Ramadhan 2021 untuk Ibu Hamil dan Menyusui serta Orang Sakit

Bayar Fidyah wajib bagi umat muslim yang tidak mengerjakan Puasa Ramadhan atau punya utang puasa, termasuk di Ramadhan 2021 jelang Idul Fitri 1442 H

Penulis: Kristin Juli Saputri | Editor: Royan Naimi
Tribun Lampung
Ilustrasi membayar fidyah dan zakat fitrah. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Bayar Fidyah wajib dilakukan bagi umat muslim yang tidak mengerjakan Puasa Ramadhan atau punya utang puasa, termasuk di Ramadhan 2021.

Sebelum Idul Fitri 1442 H yang diprediksi jatuh pada 13 Mei 2021, sebaiknya utang puasa Ramadhan segera diselesaikan.

Bagi Anda yang ingin membayar Fidyah utang puasa Ramadhan, pelajari lebih dulu Niat Bayar Fidyah Utang Puasa Ramadhan di sini, begitu pula bacaan doanya.

Inilah panduan dan cara membayar utang puasa Ramadhan bagi mereka memiliki utang puasa.

Baca juga: Panduan dan Niat Zakat Fitrah Idul Fitri 2021, Juga Ada Link Pembayaran Zakat Secara Online

Baca juga: Ada Panduan Niat Mandi Idul Fitri, Ini Daftar Amalan Sunnah Sebelum Shalat Ied pada 2021 Ini

Dalam Islam, cara membayarnya ada dua, yaitu diganti dengan berpuasa juga dan membayar fidyah.

Kita bisa memilih salah satunya.

Bagi yang tak mampu membayarnya dengan berpuasa, bisa dengan membayar fidyah menggunakan harta atau makanan diberikan ke kaum duafa.

Alquran sudah mengatur bagaimana cara pembayaran fidyah seperti berapa takarannya.

Dikutip banjarmasinpost.co.id, ada yang mengatakan boleh dibayar sesuai harga nominal makan kita untuk satu porsi dikalikan jumlah puasa yang harus diganti, ada pula yang menyarankan dengan memberi makan orang miskin sebanyak 1 mud (1,25 kilogram cerealia, seperti gandum, beras dan lainnya, red.).

Lantas bagaimana kaidah fiqih mengatur pembayaran fidyah yang sesuai dengan perintah Allah dan seperti yang diteladankan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam?

Membayar fidyah memang ditetapkan berdasarkan jumlah hari yang ditinggalkan untuk berpuasa.

Setiap satu hari seseorang meninggalkan puasa, maka dia wajib membayar fidyah kepada satu orang fakir miskin.

ilustrasi Membayar Fidyah.
ilustrasi Membayar Fidyah. (Istimewa)

Sedangkan teknis pelaksanaannya, apakah mau per hari atau mau sekaligus sebulan, kembali kepada masing-masing orangnya maunya atau enaknya seperti apa.

Kalau seseorang nyaman memberi fidyah tiap hari, silahkan dilakukan.

Sebaliknya, bila lebih nyaman untuk diberikan sekaligus untuk puasa satu bulan, silahkan juga, yang penting jumlah takarannya tidak kurang dari yang telah ditetapkan.

Baca juga: Taqobalallahu Minna Wa Minkum! 56 Ucapan Selamat Idul Fitri 2021/1442 H Bahasa Indonesia dan Inggris

Besaran Takaran Fidyah

Sebagian ulama seperti Imam As-Syafi’i dan Imam Malik menetapkan bahwa ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap satu orang fakir miskin adalah satu mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.

Yang dimaksud dengan mud adalah telapak tangan yang ditengadahkan ke atas untuk menampung makanan, kira-kira mirip orang berdoa.

Sebagian lagi seperti Abu Hanifah mengatakan dua mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam atau setara dengan setengah sha‘ kurma atau tepung.

Atau juga bisa disetarakan dengan memberi makan siang dan makan malam hingga kenyang kepada satu orang miskin.

Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 1 halaman 143 disebutkan bahwa bila diukur dengan ukuran zaman sekarang ini, satu mud itu setara dengan 675 gram atau 0,688 liter.

Laznas LMI saat menyerahkan bantuan fidyah dari donatur kepada warga yang membutuhkan, Kamis (25/03/2021)
Laznas LMI saat menyerahkan bantuan fidyah dari donatur kepada warga yang membutuhkan, Kamis (25/03/2021) (Foto Lazas LMI Banjarmasin untuk Banjarmasinpost.co.id)

Sedangkan 1 sha‘ setara dengan 4 mud .

Bila ditimbang, 1 sha‘ itu beratnya kira-kira 2.176 gram.

Bila diukur volumenya, 1 sha‘ setara dengan 2,75 liter.

Siapa Harus Membayar Fidyah

- Orang yang sakit dan secara umum ditetapkan sulit untuk sembuh lagi.

- Orang tua atau lemah yang sudah tidak kuat lagi berpuasa.

- Wanita yang hamil dan menyusui apabila ketika tidak puasa mengakhawatirkan kesehatan anak yang dikandung atau disusuinya itu bakal terganggu. Mereka itu wajib membayar fidyah saja menurut sebagian ulama, namun menurut Imam Syafi’i selain wajib membayar fidyah juga wajib mengqadha’ puasanya. Sedangkan menurut pendapat lain, tidak membayar fidyah tetapi cukup mengqadha’.

- Orang yang menunda kewajiban mengqadha’ puasa Ramadhan tanpa uzur syar’i hingga Ramadhan tahun berikutnya telah menjelang. Mereka wajib mengqadha’nya sekaligus membayar fidyah, menurut sebagian ulama. Wallahu a’lam bish shawab.

Dilansir banjarmasinpost.co.id dari zakat.or.id dalam sebuah forum tanya jawab diterbitkan pada 1 Mei 2012, khusus untuk pembayaran fidyah bagi wanita hamil sebagian besar ulama berpandangan bahwa wanita yang hamil boleh tidak berpuasa pada siang hari bulan Ramadhan dan harus menggantinya di hari yang lain.

Apabila ia tidak berpuasa karena kondisi fisiknya yang lemah dan tidak kuat berpuasa, sebagian besar ulama berpandangan bahwa ia berkewajiban mengqadha atau mengganti puasa tersebut di hari lain atau ketika mampu.

Ia tidak berkewajiban membayar fidyah.

Adapun wanita yang hamil atau menyusui dan mampu berpuasa, lalu ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap kesehatan anaknya saja, ia berkewajiban mengqadha dan membayar fidyah.

Demikian pendapat sebagian besar ulama.

Adapun ulama Hanafiah berpendapat cukup dengan mengqadha saja.

Jadi, kesimpulannya, wanita yang hamil lalu tidak berpuasa pada bulan Ramadhan berkewajiban untuk mengqadha, demikian pendapat ulama Syafi’iah, Malikiah dan Hanabilah.

Para ulama Kontemporer, seperti : DR Yusuf Al-Qardhawi, DR Wahabah Zuhaili, Syaikh Utsaimin dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz bahwa wanita yang hamil atau menyusui berkewajiban untuk mengqadha puasa yang ditinggalkan.

Sedangkan fidyah, pada dasarnya hanya berlaku untuk orang yang tidak ada harapan untuk berpuasa, misalnya : orang tua yang tidak mampu berpuasa atau orang yang sakit menahun.

Oleh karena itu, DR Yusuf Al-Qardhawi berpendapat bagi wanita yang tidak memungkinkan lagi untuk mengqadha karena melahirkan dan menyusui secara berturut-urut sampai beberapa tahun, ia bisa mengganti qadhanya dengan fidyah.

Hal ini karena ada illat (alasan hukum) tidak ada kemampuan lagi untuk mengqadha semuanya.

Selama masih bisa mengqadha dan memungkinkan, maka kewajiban mengqadha itu tetap ada.

Membayar fidyah dilakukan dengan cara memberi makan orang fakir miskin.

Pembayarannya bisa diwakilkan

Tidak ada keharusan seseorang membayar fidyahnya kepada orang-orang yang berhak secara langsung.
Ia bisa mewakilkan seseorang atau lembaga untuk menyampaikan fidyahnya.

Hal ini dikarenakan pembayaran fidyah adalah ibadah maaliyah (harta) bukan ibadah fardiyah (personal yang bersifat fisik).

Dihimpun dari sumber lain, membayar fidyah juga ada niat khususnya.
Berikut ini niatnya.

1. Niat membayar fidyah bagi wanita hamil dan menyusui:

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ فِدْيَةَالْمُرْضِعِ فَرْضًاشَرْعًا لِلّٰهِ تَعَالٰى

"Sengaja aku mengeluarkan fidyah bagi orang yang menyusui fardhu pada hukum syara' karena Allah Ta'ala"

2. Niat membayar fidyah bagi orang sakit parah yang diperkirakan susah atau tak kunjung sembuh lagi:

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ فِدْيَةَالْمَرَضِ الَّذِيْ لاَ يُرْجٰى بَرَؤُهُ فَرْضًاشَرْعًا لِلّٰهِ تَعَالٰى

"Sengaja aku mengeluarkan fidyah bagi orang yang sakit fardhu pada hukum syara' karena Allah Ta'ala."

Baca juga: Bacaan Takbiran Idul Fitri 1442 H dan Panduan Takbiran Malam Lebaran 2021 Sesuai Prokes dari Kemenag

(Banjarmasinpost.co.id/Noor Masrida/kristin juli s)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved