Obat Covid 19

Tak Ada Ivermectin dalam Daftar Obat Covid-19 yang Sudah Diizinkan BPOM, Ini Rinciannya

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) akhirnya merilis daftar obat Covid-19 yang telah dapat izin. Tidak ada obat Ivermectin di dalamnya

google images
Ivermectin.Tak Ada Ivermectin dalam Daftar Obat Covid-19 yang Sudah Diizinkan BPOM, Ini Rinciannya 

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga tidak merekomendasikan Ivermectin sebagai obat Covid-19 selama uji klinis berlangsung.

"Jadi IDI tidak merekomendasikan penggunaan ivermectin Covid-19 sekarang ini," ujar Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar IDI Zubairi Djoerban saat dihubungi, Selasa (29/6/2021).

Baca juga: Promosi Herbal Obat Covid-19 Anji Manji Trending Twitter, Bersama Sosok Ini Jadi Sorotan

Baca juga: Luhut Ingatkan Produsen Obat Covid-19 Dalam Negeri, Jangan Mainkan Harga Jual di Pasaran

Tetapi, kata Penny, jika ada masyarakat yang membutuhkan Ivermectin tetapi tidak dalam kerangka uji klinis, dokter dapat memberikan obat itu dengan memperhatikan penggunaannya sesuai protokol uji klinis yang telah disetujui.

"Jika memang ada masyarakat yang membutuhkan Ivermectin tetapi tidak dalam kerangka uji klinis, dokter dapat memberikan obat itu dengan memperhatikan penggunaannya sesuai protokol uji klinis yang telah disetujui," kata Penny Lukito.

BPOM mengimbau masyarakat agar tidak membeli Ivermectin secara bebas, melainkan harus mendapat resep dari dokter.

Hal ini dikarenakan Ivermectin masuk dalam kategori obat keras yang jika dikonsumi secara bebas dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping seperti nyeri otot atau sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.

* Ini Faktor Pemicu Naiknya Angka Positif Covid-19 di Indonesia

Angka positif Covid-19 di Indonesia akhir-akhir ini selalu mengalami kenaikan. Banyak faktor pemicu yang membuat banyak masyarakat tertular oleh virus ini.

Masyarakat menuding adanya varian baru yaitu varian Delta dari India menjadi penyebab utama lonjakan kasus Covid.

Diberitakan Kontan.co.id, menurut pakar epidemiologi Universitas Diponegoro (Undip), Prof. Suharyo Hadisaputro, menjelaskan ada tiga faktor utama yang menyebabkan angka pasien positif Covid-19 melambung.

Melansir dari laman Undip, faktor tersebut pertama adalah masyarakat tidak sepenuhnya melakukan kegiatan untuk memenuhi protokol kesehatan (prokes), kemudian varian Delta yang menyebar lebih masif dibandingkan varian lainnya.

Faktor yang ketiga adalah vaksinasi yang belum memadai sehingga kekebalan komuniti belum bisa diharapkan.

"Saat ini masyarakat belum sepenuhnya menyadari pentingnya protokol kesehatan," ungkap Prof. Suharyo seperti dikutip dari laman Undip.

Masyarakat sering kecolongan dengan mengabaikan kegiatan-kegiatan yang memicu penularan virus Covid. Hal inilah yang menjadi pemicu angka terkonfirmasi positif Corona di Indonesia melonjak.

Menurut Prof. Suharyo, kelalaian ini disebut dengan titik lengah masyarakat. Ada pula kegiatan yang masuk dalam titik lengah diantaranya:

  • Makan bersama. Meskipun sebelumnya sudah memakai masker, saat makan pasti masker akan dibuka dan kemudian berbincang tanpa memperdulikan siapa lawan bicara apakah dia Orang Tanpa Gejala (OTG) atau tidak.
  • Acara pemakaman terutama yang banyak dihadiri keluarga. Rasa simpati, iba, dan lainnya membuat orang yang datang ke pemakaman sering juga dengan tidak menyadari menyentuh tangan, wajah dan lainnya.
  • Rapat luring yang sering dilakukan. Kegiatan ini juga dapat memicu penularan mengingat virus tidak hanya disebarkan oleh droplet tetapi juga udara bebas yang bisa saja mengandung virus, terlebih jika tidak memakai masker.
  • Olah raga bersama. Mungkin pada awalnya tetap menjaga jarak 1-2 meter, tetapi setelah selesai sering kali berlanjut dengan acara kumpul-kumpul, foto bersama, dan bincang-bincang sehingga lupa memakai masker.
  • Foto bersama semula pakai masker, supaya wajah kelihatan, bergaya, senyum ketawa harus lepas masker, ini juga merupakan titik lengah
  • Kunjungan rumah ke tempat saudara seperti saat Idul Fitri tahun ini, sudah merupakan budaya saling kunjung.
  • Menggunakan transportasi umum dimana banyak masyarakat tidak memakai masker saat menggunakannya.
  • Kunjungan ke mal, swalayan, restoran, yang banyak risiko terhadap penularan.
  • Acara pernikahan yang berkumpul banyak orang. Acara pernikahan tanpa kita ketahui apakah yang hadir terkonfirmasi atau tidak, OTG atau tidak
  • Kunjungan ke pasar tradisional dimana banyak pengunjung atau penjual abai menggunakan masker walaupun pembeli sudah memakai masker.
Petugas Diskopdag Tala turun ke pasar besar Pelaihari. Mereka rutin melakukan pemantauan ketersediaan (stok) dan harga.
Suasana di pasar tradisional. (MYRNA UNTUK BPOST GROUP)
Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved