OTT KPK di HSU
Mantan Ajudan Bupati HSU Diperiksa KPK, Diduga Mengetahui Aliran Dana dari Tersangka
KPK periksa Abdul Latif PNS sebagai staf Kelurahan Murung Sari. Dia juga mantan ajudan Bupati HSU. Tujuan pemeriksaan untuk mengetahui aliran dana
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak buang waktu mengusut kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Tahun 2021-2022. Sejumlah saksi terus diperiksa.
Setelah memeriksa Bupati HSU Abdul Wahid, Ketua DPRD HSU Almien Ashar Safari dan istri Bupati Abdul Wahid, KPK juga memeriksa saksi bernama Abdul Latif, Senin (4/10/2021) kemarin.
Diketahui, Abdul Latif merupakan PNS sebagai staf Kelurahan Murung Sari. Namun dia juga mantan ajudan Bupati HSU Abdul Wahid.
Pemeriksaan Abdul Latif ini, KPK ingin mengetahui aliran dana ke pihak lain dari para tersangka.
Para tersangka itu ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan ( OTT) KPK di HSU, Kamis (16/9/2021).
Hal itu diungkapkan Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (5/10/2021).
Baca juga: Buntut OTT KPK di HSU, Kepala Kejaksaan Tnggi Kalsel Sebut Timnya Periksa Seorang Staf
Baca juga: OTT KPK di HSU, Bupati Abdul Wahid Diperiksa di Gedung BPKP Banjarbaru
"Tim penyidik mendalami saksi ini antara lain, mengenai pengetahuan saksi soal dugaan adanya uang yang diterima oleh pihak yang terkait dengan perkara ini, dimana uang tersebut diduga berasal dari tersangka MI (maliki) dan pihak lainnya," kata Ali. Seperti dilansir dari Tribunnews.com dengan judul Periksa Eks Ajudan Bupati HSU, KPK Telusuri Aliran Duit dari Tersangka ke Pihak Lain.
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan tiga tersangka pada Kamis (16/9/2021).
Sebagai penerima, yakni Maliki (MK) selaku Plt Kepala Dinas PU pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRT) Hulu Sungai Utara.
Sedangkan sebagai pemberi, yaitu M arhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara telah merencanakan untuk dilakukan lelang proyek irigasi, yaitu rehabilitasi jaringan irigasi Daerah Irigasi Rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp1,9 miliar, dan rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan HPS Rp1,5 miliar.
Sebelum lelang ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Maliki diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang pada Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang dua proyek irigasi tersebut, dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen fee 15 persen.
Saat penetapan pemenang lelang untuk proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dimenangkan oleh CV Hanamas milik Marhaini dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar, dan proyek rehabilitasi jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dimenangkan oleh CV Kalpataru milik Fachriadi dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar.

Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai, lalu diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka yang ditindaklanjuti oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh Mujib sebagai orang kepercayaan Marhaini dan Fachriadi.